Salin Artikel

Setuju Pelantikan Kepala Daerah Tak Serentak Langgar Putusan MK, Wali Kota Makassar: Kan Saya Penggugatnya

"Saya kira kan hasil MK kemarin sangat jelas karena saya penggugatnya. (MK) kemarin mengatakan pelantikan itu serentak sekali. Itu keputusan MK. Jadi keputusan MK kan mengikat, saya tidak tahu ini seperti apa," kata Danny saat dikonfirmasi, Selasa (28/1/2025).

Danny menambahkan, meskipun pelantikan dilakukan secara tidak serentak, ia tidak memiliki masalah pribadi dengan keputusan tersebut.

"Kalau saya tidak ada masalah, karena saya berperkara sehingga tidak dilantik pada 6 Februari 2025," ujarnya.

Menurutnya, dengan batalnya pelantikan serentak, para calon kepala daerah yang sedang berperkara di MK harus menunggu hasil putusan sebelum pelantikan dilakukan.

Hal ini menciptakan polemik mengenai jadwal pelantikan kepala daerah, antara keputusan MK dan kebutuhan daerah.

Bupati Indramayu Nina Agustina juga merasa kecewa terhadap keputusan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu yang sepakat untuk melaksanakan pelantikan kepala-wakil kepala daerah hasil Pilkada 2024 secara bertahap mulai 6 Februari 2025.

Nina memprediksi bahwa keputusan ini akan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

Jika pemerintah dan DPR tetap mempertahankan rencana pelantikan bertahap, Nina yakin banyak kepala daerah yang terpilih pada Pilkada 2020 akan menggugat keputusan tersebut.

”Pasti akan digugat, bisa akan digugat. Putusan MK itu adalah putusan tertinggi yang harus kita hormati,” ujar Nina, Senin (27/1/2025), dikutip dari Kompas.id.

Nina menyatakan bahwa keputusan ini sangat tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menginstruksikan agar pelantikan dilakukan serentak.

Menurut Nina, keputusan ini akan merugikan banyak kepala daerah yang telah menjabat dua periode, terutama mereka yang terpilih pada Pilkada 2020, karena masa jabatan mereka akan terpotong.

Hal ini akan mengurangi kesempatan mereka untuk mengabdi kepada masyarakat selama lima tahun penuh, sebuah waktu yang sangat berarti bagi para kepala daerah.

”Jadi, kalau merujuk SK (surat keputusan) pengangkatan saya sebagai bupati tuh, bahkan (masa jabatan saya) sampai 2026. Ini saja sudah terpotong banyak. Kalau saya, kan, niatnya hanya ingin bekerja,” ujar Nina.

Nina juga mengingatkan bahwa keputusan pelantikan yang bertahap ini melanggar beberapa aturan, termasuk Keputusan Mendagri No 131.32-266 Tahun 2021 yang menyatakan masa jabatan bupati selama lima tahun sejak pelantikan.

Selain itu, keputusan ini juga bertentangan dengan Putusan MK No 27/PUU-XXII/2024 yang menyebutkan bahwa kepala daerah hasil Pilkada 2020 dapat menjabat sampai pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024, dengan batasan maksimal lima tahun masa jabatan.

https://makassar.kompas.com/read/2025/01/28/184859378/setuju-pelantikan-kepala-daerah-tak-serentak-langgar-putusan-mk-wali-kota

Terkini Lainnya

Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
 Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com