Salin Artikel

Ditipu Ratusan Juta, Anggota DPRD di Sulsel Lapor Polisi, Modus Calo Perekrutan Bintara Polri

Modus penipuan yang dialami anggota dewan itu yakni sang anak dijanjikan bisa lolos dan ikut pendidikan Bintara Polri Polda Sulsel tahun anggaran 2024.

Tanri Bangun bersama pengacaranya yakni Irwan Irawan membuat laporan polisi di SPKT Polda Sulsel, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Makassar, Sulsel, pada Rabu (18/9/2024). 

Legislator Partai Amanat Nasional (PAN) itu melaporkan dua orang yakni pria berinisial MMT dan wanita berinisial FA alias Syarifah.

Tanri mengatakan, kasus ini berawal saat putranya berinisial AIB dinyatakan tidak lulus dalam seleksi penerimaan Bintara Polri Polda Sulsel 2024 pada 5 Juli 2024 lalu. 

Saat itu, Tanri dihubungi oleh mantan anggota DPRD Selayar berinisial DS yang juga merupakan kerabat Tanri, menawarkan untuk mengurus putranya agar bisa lulus dan ikut pendidikan. 

"Dia (DS) menyampaikan bahwa saya akan bertemu dengan salah satu terlapor (FA). Setelah ketemu, (FA) itu bilang ada kuota khusus untuk bisa lulus. Nah di situ dia bilang harus bayar, dia minta saat itu Rp 700 juta," ucap Tanri saat ditemui awak media usai membuat laporan di Mapolda Sulsel, Rabu siang. 

Diminta dana awal

Saat itu, Tanri diminta oleh FA agar mengirimkan dana awal dengan alasan untuk membuka jalan ke Mabes Polri demi kelulusan sang putra. 

"Tanggal 6 Juli itu, saya kirimkan langsung melalui transfer Rp 100 juta. Saat itu juga anak saya disuruh tinggal di rumah (FA) ini, karena katanya mau pengukuran baju polisi," beber dia. 

Keesokan harinya atau pada 7 Juli 2024, Tanri kembali diminta datang ke rumah FA yang terletak di kawasan Pattallassang, Kabupaten Gowa, Sulsel, untuk bertemu pria berinisial MMT yang disebut merupakan anggota Mabes Polri. 

"Sampai di sana, saya serahkan uang tunai itu langsung ke MMT sebanyak Rp 100 juta. Terus dia minta lagi Rp 15 juta katanya untuk uang baju," kata dia.

Saat itu, FA dan MMT menjajikan bahwa putra Tanri bakal dinyatakan lulus melalui pengumuman yang bakal digelar pada pertengahan Juli 2024.

Setibanya waktu yang dijanjikan, Tanri kembali menghubungi FA mempertanyakan nasib sang putra. Di situ, FA kembali meminta dana sebesar Rp 100 juta. 

"Tanggal 15 Juli itu, saya kembali diminta lagi kirim uang untuk orang Mabes karena katanya mau datang. Jadi saya kirimkan lagi Rp 100 juta, total semuanya sudah Rp 315 juta," katanya lagi.

Tak sampai di situ, pada 19 Juli 2024, FA kembali menghubungi Tanri agar bertemu di sebuah mal dan diminta kembali membawa uang tunai. 

"Di sana minta lagi uang Rp 50 juta, saya berikan. Tanggal 22 Juli minta lagi dana Rp 20 juta untuk pejabat polisi katanya. Seterusnya masih dijanji lagi untuk bisa lulus," ungkap Tanri. 

Setelah merasa curiga bahwa dirinya jadi korban penipuan, Tanri pun meminta dananya kembali kepada FA. 

"Saya minta dana kembali sampai sekarang cuma Rp 60 juta kembali. Sisanya sampai sekarang sisa Rp 325 juta, belum dikembalikan makanya saya melapor," tutup Tanri. 

Korban jalani karantina dan digunduli

Pengacara Tanri Bangun Patta, Irwan Irawan mengatakan, untuk meyakinkan para korban, terlapor FA ini bahkan nekat melakukan karantina para korban di sebuah hotel selama kurang lebih lima hari. 

"Dalam proses berjalan, untuk meyakinkan korban itu sempat anak ini dikarantina di rumah dan hotel berdasarkan arahan FA. Selain dikarantina, para korban dicukur plontos seolah-olah memang sudah masuk Bintara," ungkap Irwan. 

Hasil pendalaman tim pengacara, dari keterangan korban AIB, ada juga tujuh korban lain yang dikarantina dan diduga ditipu oleh terlapor. 

"Di dalam proses karantina dan janji-janji selanjutnya termasuk menjahit baju, ini sebenarnya ada tujuh orang (korban) yang digunduli juga. Ditampung di rumahnya, kemudian dibawa ke hotel juga. Hal inilah yang meyakinkan klien kami bahwa ini benar," tutur dia. 

Menurut Irwan, dua terlapor ini hanyalah orang biasa yang dengan sengaja mencatut nama institusi kepolisian. 

"Yang jelas kedua orang ini sipil, bukan Polisi. Jadi hanya menjual institusi kepolisian. Ini orang sipil biasa yang memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan," tutup dia. 

Terpisah, Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Didik Supranoto mengungkapkan bahwa pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait laporan legislator tersebut. 

"Itu akan ditindaklanjuti kepolisian untuk mengungkap siapa pelakunya. Kemudian kalau memang ada yang merasa ditipu, segera melapor ke kepolisian," ucap Didik.

Didik juga mengimbau agar masyarakat tidak mudah percaya dengan iming-iming apa pun agar bisa lulus sebagai anggota Polri.  

"Kalau misalnya ada yang mengiming-imingi, menjanjikan bisa masuk Polri, kemudian itu harus membayar uang tertentu, itu pasti penipu," tutup dia. 

https://makassar.kompas.com/read/2024/09/18/185729078/ditipu-ratusan-juta-anggota-dprd-di-sulsel-lapor-polisi-modus-calo

Terkini Lainnya

Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
 Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Jember Borong 5 Penghargaan dalam Sepekan
Regional
Banjir Bandang di Padang Masa Kolonial Belanda
Banjir Bandang di Padang Masa Kolonial Belanda
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com