Salin Artikel

Fakta Terbongkarnya Pria di Makassar Bunuh dan Timbun Istri di Area Rumah

MAKASSAR, KOMPAS.com - Masyarakat Kota Daeng digemparkan dengan penemuan kerangka manusia yang ditimbun dalam sebuah rumah di Kelurahan Bontoala Tua, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Minggu (14/4/2024) pagi.

Kerangka manusia yang berdasarkan informasi merupakan wanita berinisial JU (35) itu dikubur di halaman belakang rumah kawasan paduduk tersebut selama 6 tahun.

Pelakunya merupakan sang suami sendiri berinisial H (43) dan kini sudah diamankan oleh pihak Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Makassar.

H dibekuk di kediaman kerabatnya di Jalan Daeng Tata I, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulsel, pada Sabtu (13/4/2024) malam.

Berikut fakta terbongkarnya pembunuhan 6 tahun silam yang dirangkum Kompas.com.

Terungkap Saat Anak Melapor Telah Dianiaya Sang Ayah

Diketahui, kasus ini terungkap setelah seorang remaja berinisial VI (17) membuat laporan polisi lantaran sudah tidak tahan kerap dianiaya oleh ayahnya sendiri. VI merupakan putri dari pelaku H dan korban JU.

Kapolda Sulsel Irjen Pol Andi Rian R Djajadi menjelaskan, di saat VI dimintai keterangan oleh penyidik, VI juga mengaku bahwa selama ini sang ayah juga melakukan penganiayaan terhadap ibunya hingga meyebabkan sang ibu meregang nyawa.

Penyelidikan pun berlanjut hingga polisi menemukan kerangka manusia yang dikubur di halaman belakang rumah berlantai dua tersebut.

"Saya lihat di rumah ini (TKP) ada tanah seluas satu meter dengan halaman belakang jadi itu kemudian ditaruh di situ, cuman ditimbun begitu saja," kata Andi Rian kepada awak media, Minggu siang.

Pelaku beralibi istri kabur dengan pria lain

Berdasarkan pendalaman polisi, ternyata H selama ini membuat alibi sang istri atau korban telah pergi bersama pria lain untuk mengelabui keluarga.

"Karena selama ini informasi setelah kita dalami istrinya katanya lari dengan laki-laki lain, nahternyata dari keterangan si anak bahwa ibunya bukan lari tapi dianiaya sampai mati dan kejadiannya 2018, kalau kita hitung berarti sudah 6 tahun," ucap mantan Kapolda Kalimantan Selatan (Kalsel) tersebut.

Jenderal polisi berpangkat dua bintang ini juga menyebut, nantinya kerangka manusia yang ditemukan bakal dilakukan uji DNA. Proses autopsi juga bakal dilakukan guna mengetahui penyebab kematian JU.

Motif pembunuhan, cemburu

Di hadapan polisi, pria bejat ini mengaku nekat menghabisi nyawa sang istri sendiri lantaran terbakar api cemburu. Pelaku marah mengetahui sang istri pernah bertemu dengan mantan kekasihnya.

"Saya curigai ketemu sama mantan pacarnya di Lorong 1, saya tanya tapi dia tidak mau mengaku," ungkap H.

Peristiwa itu terjadi sekitar bulan Februari 2018. Kala itu amarah H semakin memuncak karena istrinya tak mau mengaku, H kemudian memukul korban menggunakan balok kayu.

"Saya pukul pakai tangan di (bagian) dada dan perut, saya juga pukul pakai (balok) kayu di bagian kepala, saya lupa berapa kali," ujarnya.

Setelah memastikan sang istri sudah tak bernyawa, H pun membawa jasadnya ke halaman belakang rumah lalu ditimbun dengan pasir dan semen.

"Saya taruh di belakang rumah, saya timbun pakai pasir, kasi semen di atasnya, tidak dicor. Disitu sudah ada memang kubangannya, tanah kosong memang di belakang (rumah), ada lubang," sebutnya.

Usai kejadian, pelaku dan anak tinggalkan TKP

Sekitar bulan Desember 2018, rumah seluas sekitar 3x8 meter itu pun dikontrakkan oleh H. Penyewa yakni pria bernama Yusran yang merupakan seorang pengusaha bubur jagung.

Ditemui awak media di lokasi, Yusran menyebut sudah tinggal kurang lebih 6 tahun di rumah tersebut tanpa merasa curiga dengan kondisi rumah yang ternyata menjadi lokasi pembunuhan sadis tersebut.

"Iye saya kontrak di sini 6 tahun pak, tidak ada aneh, saya awal masuk di sini bersih, saya tidak curiga," jelas Yusran di hadapan polisi dan awak media.

Kubangan jadi sarang tikus

Yusran menjelaskan, tempat ditemukannya tulang belulang JU kerap menjadi sarang tikus. Yusran tanpa rasa curiga bahkan menutupinya dengan selembar seng bekas.

"Kalau seng itu saya tutup, itu (lokasi penemuan) sering dilewati tikus makanya saya tutup, itu tidak ada bau. Saya tinggal sama istri, masuk bulan 12 tahun 2018," ungkapnya.

Pelaku dikenal tempramental

Terpisah, Ketua RW O4 Bontoala Tua Andi Tenri Rauf menjelaskan bahwa selama H menetap di kawasan tersebut. Dia dikenal jarang bersosialisasi dengan warga.

"Dia kurang berinteraksi sama warga, karena mungkin temperamen. Orang begitu dilihat pasti takut. Soalnya dia pendiam," jelasnya.

Bahkan pemerintah setempat mendapatkan laporan bahwa H kerap melakukan penganiayaan terhadap sang istri sebelum ditemukan tewas. Aksi kasar H kerap dilakukannya saat usai menegak minuman keras.

"Saya dengar dari tetangganya, dia sering memang pukul istrinya selama dia tinggal. (Pelaku) tinggal di sini, saya dengar tadi kejadian itu 2018," ucap Andi Tenri.

"Saya baru tahu kejadiannya hari ini, istrinya juga saya tidak pernah lihat, jarang juga keluar. Di dalam rumah itu, anaknya itu dua. Mereka juga jarang berinteraksi dengan warga," sambungnya.

Berdasarkan keterangan Andi Tenri, kondisi jasad J sudah dalam keadaan tulang belulang dan mengenaskan.

"Sudah ditemukan. Bajunya juga sesuai dengan informasi, kotak-kotak," tandasnya.

https://makassar.kompas.com/read/2024/04/14/172622378/fakta-terbongkarnya-pria-di-makassar-bunuh-dan-timbun-istri-di-area-rumah

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com