Salin Artikel

TPS di Pemukiman Polewali Mandar Picu Beragam Penyakit

POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com – Sejak 10 bulan terakhir, warga Kelurahan Matakali, Polewali Mandar, Sulawesi Barat hidup berdampingan dengan tempat penampungan sementara (TPS).

Mulai menggunungnya sampah di TPS yang berlokasi dekat pemukiman padat penduduk itu kini membuat sejumlah warga mengalami masalah kesehatan.

Sejumlah warga dilarikan ke rumah sakit karena sesak napas dan mual akibat mencium aroma busuk sampah.

TPS ini dibangun oleh dinas lingkungan hidup dan kehutanan (DLHK) Polweali Mandar, Sulbar. Lokasinya berjarak kurang dari 100 meter dari pemukiman warga.

Sejak TPS tersebut dibangun dekat pemukiman, warga kerap mengeluhkan udara kotor dan bau busuk yang tercium.

Pantauan Kompas.com di lokasi, tampak sampah yang mulai menggunung dan berserakan di sekitar lokasi.

Sama seperti dua lokasi TPS darurat yang pernah ditolak dan ditutup paksa oleh warga, lokasi TPS darurat ini juga tidak dikelola dengan baik.

Gunungan sampah tersebut menjadi rumah bagi ribuan lalat yang berpotensi membawa beragam penyakit, terutama bagi warga sekitar.

Warga setempat, Nurjannah mengaku, sempat dilarikan ke puskesmas beberapa hari lalu lantaran sesak nafas dan mual akibat mencium bau busuk dari tumpukan sampah yang hanya berjarak puluhan meter dari rumahnya.

“Baunya sangat menyengat hidung dan mebuat sesak napas. Banyak warga seperti saya mengeluh karena tidak tahan bau sampah tapi tidak ada yang berani bicara karena takut,” ungkap Nurjannah kepada Kompas.com.

Nurjannah mengaku keberatan atas pembangunan TPS di pemukiman penduduk tersebut.

Menurutnya, pembangunan TPS di pemukiman tak cuma menjadi sumber pencemaran lingkungan tetapi juga mengundang beragam penyakit yang dapat menginfeksi warga di sekitar lokasi.

Sadiman, warga lainnya di Matakali juga mengeluhkan aroma menyengat dari TPS tersebut.

Dia berharap, TPS tersebut segera direlokasi pemerintah karena sangat mengganggu.

“Jelas baunya sangat menyengat apalagi jika musim hujan seperti saat ini. Aroma bau busuk sempah menyeruak kemana-mana. Agar tidak mengganggu kesehatan masyarakat dan menjadi sumber pencemaran lingkungan, sebaknya TPS tersebut segera direlokasi pemerintah ke tempat yang lebih aman dan jauh dari pemukiman warga,” kata Sadiman dihubungi Kompas.com, Sabtu (30/12/2023).

Kata KLHK

Menanggapi polemik keberadaan TPS di sekitar pemukiman Matakali, Kepala dinas DLHK Polewali Mandar, Agusnia Hasan Sulur justru mengatakan, tidak ada bau menyengat seperti pengakuan sejumlah warga.

Menurut Agusnia, ia sudah dua kali meninjau lokasi dan tidak menghirup aroma bau busuk sampah seperti yang dikeluhkan warga.

“Saya sudah dua kali ke lokasi dan tidak ada bau sampah yang menyengat, yang ada justru bau empang di sekitar TPS,” jawab Agusnia singkat saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (30/12/2023).

Penanganan sampah di Polewali Mandar sendiri sudah menjadi polemik sejak tiga tahun terakhir. Sejumlah TPS yang dinilai tidak memenuhi standar TPS yang layak dan sehat untuk lingkungan, satu persatu ditolak dan ditutup paksa warga setempat.

https://makassar.kompas.com/read/2023/12/30/224054578/tps-di-pemukiman-polewali-mandar-picu-beragam-penyakit

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com