Salin Artikel

Bacakan Pledoi, Ricky Ham Pagawak Mengaku Syok Dituntut 12 Tahun Penjara

MAKASSAR, KOMPAS.com - Terdakwa mantan Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak mengaku syok atas tuntutan 12 tahun penjara yang dilayangkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dirinya.

Menurutnya, tuntutan 12 tahun serta dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 211 miliar merupakan tuntutan yang berat bagi mantan bupati Memberamo Tengah dua periode itu.

Hal itu diungkapkan Rikcy saat membacakan pledoi atau nota pembelaannya dalam persidangan di Ruang Haripin Tumpa, Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Makassar, Sulsel, Selasa (21/11/2023).

"Majels hakim yang mulia, saat ini berstatus terdakwa dan segera mengadili nasib saya dengan tuntutan yang luar biasa yaitu di penjara selama 12 tahun dan membayar uang pengganti sebesar Rp 211 miliar subsider 5 tahun penjara, saya sangat syok dan kaget atas tuntutan JPU terhadap saya," kata Ricky.

Ricky mengatakan, sebanyak apapun kebaikan yang ia lakukan untuk membangun daerah Mambaramo Tengah, akan kalah dengan satu kesalahannya.

"Saya juga memahami bahwa 1.000 cerita baik akan hilang dengan 1 cerita buruk," ucapnya.

Kendati demikian, Ricky menyampaikan permohonan maaf kepada Majelis Hakim PN Makassar, JPU KPK hingga Presiden Jokowi jika dianggap telah membuat kesalahan atau tindak pidana korupsi.

"Saya memohon maaf kepada Majelis Hakim dan juga Jaksa Penuntut Umum dan juga menyampaikan permohonan maaf kepada pemerintah pusat dalam hal ini Bapak Presiden Jokowi dan juga masyarakat Papua terkhusus Mamberamo Tengah yang sudah percayakan saya untuk menjadi bupati, apabila yang saya lakukan salah, saya minta maaf," pungkas dia.

Penasihat Hukum Ricky Ham Pagawak, Petrus Pieter Ell merasa keberatan dengan tuntutan 12 tahun penjara terhadap kliennya yang diberikan oleh JPU KPK.

Piter menyatakan, Jaksa hanya copy paste tuntutan dari dakwaan dan dipindahkan ke tuntutan, jadi tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan sehingga angka Rp 211 miliar yang ada dalam dakwaan itu dipindahkan atau masukan saja dalam tuntutan.

"Faktanya di dalam persidangan itu kita bisa buktikan bahwa ada penerimaan oleh terdakwa dalam kapasitas bukan sebagai penyelanggara negara. Misalnya sebelum dilantik 25 Maret 2013 terdakwa (Ricky) ada menerima sumbangan dari pihak ketiga, itukan belum sebagai penyelanggara negara tapi dimasukan sebagai tuntutan," ungkap dia.

Kedua, kata Pieter, ada masa jeda, terdakwa periode pertama dan periode kedua, yakni 26 Maret 2018 sampai 24 September 2018, terdakwa non aktif juga sebagai bupati.

"Tenggang waktu itu juga ada aliran dana yang masuk karena kapasitas terdakwa sebagai Ketua Panitia Kongres Internasional Gidi, menerima sumbangan dari pihak ketiga dan lain-lain," beber dia.

Namun, lanjut Pieter, itu dihitung Jaksa sebagai gratifikasi dan suap padahal tenggang waktu itu terdakwa hanya masyarakat biasa, bukan penyelanggara negara.


"Itu yang kita sesalkan kenapa meng-copy paste dakwaan dipindahkan ke dalam tuntutan. Itu yang kita bantah dan begitu banyak sumbangan dari pihak ke tiga yang keterangan saksinya itu tidak dipertimbangkan oleh jaksa," ucap dia.

Dia menamhbahkan, misalnya para pendeta dan tokoh-tokoh agama dan tokoh gereja, mereka memberi sumbangan, tapi itu dianggap gratifikasi oleh JPU KPK.

"Jadi, kita minta dana-dana yang diterima baik penghasilan maupun sumbangan arus dikurangkan dengan tuntutan jaksa, kurang lebih Rp 100 miliar yang bisa kita buktikan. Tuntutan 12 tahun itu versi jaksa, tapi kita mau membuktikan bahwa itu tidak terbukti," ujar dia.

"Misalnya TPPU tentang aset, jaksa tidak bisa membuktikan bahwa rumah yang ada di Sorong (Papua Barat) Jaksa tidak bisa membuktikan bahwa itu sumber uangnya dari mana dan siapa yang memberikan, bisa dibuktikan TPPU-nya," tanya dia.

Menaggapi pledoi atau pembelaan dari penasihat hukum dan Ricky Ham Pagawak, JPU KPK mengaku tuntutannya tak akan berubah dan tetap 12 tahun penjara serta Ricky dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 211 miliar.

"Terkait dengan dakwaan, sudah kami tanggapi dalam tanggapan eksepsi kemudian dakwaan pertama dan kedua sudah juga ditanggapi dalam tanggapan eksepsi untuk selebihnya kami tetap pada tuntutan yang kami bacakan pada hari Selasa 14 November 2023 (12 tahun penjara)," kata Jaksa KPK Fahmi Ariyoga.

Adapun sidang putusan atau vonis terdakwa Ricky Ham Pagawak akan dilakukan di Ruang Harpin Tumpa PN Tipikor Makassar, Sulsel pada Kamis (30/11/2023) mendatang.

Diberitakan sebelumnya, Ricky Ham Pagawak dituntut hukuman selama 12 tahun penjara dalam kasus suap dan gratifikasi serta TPPU yang totalnya mencapai Rp 211 miliar.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fahmi Ariyoga menyebut Ricky Ham Pagawak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi.

"Menjatuhkan hukumn penjara selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 1 bulan kurungan," kata Fahmi, dalam tutuntannya di Ruang Haripin Tumpa Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Makassar, Sulsel, Selasa (14/11/2023).

https://makassar.kompas.com/read/2023/11/21/194452678/bacakan-pledoi-ricky-ham-pagawak-mengaku-syok-dituntut-12-tahun-penjara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke