Salin Artikel

Afzal Atallah, Bayi 8 Bulan di Makassar Alami Gizi Buruk dan Stunting

MAKASSAR, KOMPAS.com - Afzal Atallah bayi 8 bulan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), terpaksa harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Fatimah Makassar karena mengalami gizi buruk.

Tak hanya mengalami gizi buruk, bayi berjenis kelamin laki-laki yang tinggal di Jalan Maccini Gusung, Kecamatan Makassar, tersebut juga mengalami stunting.

Bayi malang itu sudah dua kali dirawat inap di RSIA Fatimah Makassar Jalan Gunung Merapi, Kecamatan Ujung Pandang, Makassar, karena kondisinya yang terus menurun.

Dokter RSIA Fatimah Makassar, dr. Andi Arni Rifai, Sp.A mengatakan, awal masuk RS pada tanggal 29 September 2023, bayi malang itu hanya memiliki berat badan 3,9 kg, dengan tinggi bandan 60 sentimeter serta kondisinya mengalami dehidrasi berat.

"Jadi, sudah kedua kalinya kami rawat di RS. Untuk status gizi dia termasuk gizi buruk, untuk stunting dia juga termasuk stunting. Jadi, dua-duanya," ucap Arni, kepada Kompas.com, saat ditemui di RSIA Fatimah Makassar, Jumat (20/10/2023).

Setelah di rawat lagi, kata Arni, pihaknya kemudian melakukan rehidrasi dan penanganan gizi yang diawali dengan fase stabilisasi dilanjutkan transisi dan rehabilitasi.

"Di mana pada fase-fase ini kami menghitung kebutuhan kalori pada bayi ini. Kami pulangkan dengan berat badan 4,2 kg jadi sudah berada pada fase rehabilitasi dan anak mampu minum susu formula yang diberikan," ujar dia.

Dia mengaku, telah berpesan kepada orangtua bayi, agar tetap memberikan susu formula yang sesuai standar gizi yang sudah dijadwalkan.

"Namun, dua hari di rumah, anak ini kembali masuk ke RS dengan keluhan demam," beber dia.

Pihaknya memang sudah berpesan kepada keluarga bayi, jika menemukan tanda-tanda anak malas minum dan demam maka harus segera membawa ke fasilitas kesehatan (faskes) terdekat.

"Jadi, orangtua sudah mengantisipasi lebih cepat, tidak seperti sebelumnya. Bayi sudah dehidrasi berat baru dibawa ke RS," tutur dia.

Ia mengatakan, salah satu risiko gizi buruk yaitu anak gampang mengalami infeksi dan hal itu kembali dialami sehingga ia kembali memberikan terapi antibiotik.

Kemudian, lanjut dia, kembali melakukan penanganan gizinya. Pada saat masuk yang kedua kalinya berat badan Afzal 4,1 kg dan memasuki hari ke-5 berat badannya sudah naik jadi 4,5 kg.

Menurutnya, selain status gizinya, memang penyakit dasar dari anak ini memungkinkan orangtuanya kesulitan memberikan asupan nutrisi.

"Penyebabnya karena adanya celah di langit-langit atau kita sebut palatoskisis yang membuat orangtuanya takut memberikan nutrisi atau minum dalam jumlah banyak sehingga membatasi, yang kedua juga karena faktor ekonomi," ujar dia.

"Alhamdulillah, kondisinya hari ini sudah membaik, anak sudah bebas demam 2 hari kemudian berat badan sudah naik dari awal masuk di (IGD) 4,1 kg sekarang jadi 4,5 kg," sambung dia.


Selain itu, asupan nutrisi yang diberikan sudah bisa dihabiskan karena biasanya ada masalah pada penanganan nutrisi anak, karena tidak mampu menghabiskan nutrisi sehingga pihaknya harus memberikan susu lewat sonde.

"Tetapi alhamdulillah anak ini bisa menghabiskan susu lewat oral," ungkapnya.

Arni menuturkan, pihaknya berkomitmen melepas pasien gizi buruk untuk pulang ke rumah jika sudah berada di fase rehabilitasi. 

"Untuk penanganan gizi buruk itu ada 3 fase, yaitu stabilisasi, transisi dan rehabilitasi pada fase rehabilitasi itu kami anggap pasien sudah lebih stabil, orangtua juga sudah bisa mandiri merawat di rumah," ucap dia.

Sehingga, ia meminta kepada orangtua bayi agar meneruskan nutrisi yang diberikan termasuk memperhatikan jadwal pemberian makanan terhadap bayi tersebut. 

"Paling penting adalah evaluasi, salah satunya membawa anak tersebut kontrol ke RS sehingga dengan evaluasi ini bisa menilai kendala apa yang dialami selama di rumah," ujar dia.

Sementara, nenek Afzal, Kasmiah (45) mengatakan, kondisi cucunya waktu dilahirkan berat badannya normal yakni 2,8 kg.

Namun, memasuki usia 3 bulan sudah terlihat gejala gizi buruk.

"Waktu usia hampir 3 bulan berat badannya tidak sampai 3 kg, itupun orang (tetangga) yang bilang. Tapi, saya tidak pernah bawa ke rumah sakit," ucap dia.

Dia mengaku, saat sang cucu masih dalam kandungan ibunya, ia selalu rutin melakukan pemeriksaan di posyandu atau puskesmas.

"Setiap ada jadwal pemeriksaan ke posyandu atau puskesmas selalu diperiksa," tutur dia.

Namun, ia menduga cucunya mengalami gizi buruk atau stunting karena anaknya atau ibu bayi mengalami stres saat mengandung cucunya.


"Mungkin karena faktor stres, karena waktu usia kandungan 4 bulan (anak saya) sudah tidak sama suaminya, jadi mungkin itu (penyebab) pertumbuhan anaknya kecil," ungkap dia.

Apalagi, kata Kasmiah, menantunya itu sama sekali tidak pernah melihat anaknya.

Mulai dari cucunya lahir hingga sekarang, bahkan sang cucu sudab masuk RS dua kali.

"Waktu dilahirkan bapaknya tidak pernah datang sampai usianya sudah 8 bulan tidak pernah dilihat, jadi sudah 1 tahun 3 bulan tidak pernah dilihat anaknya," pungkas dia.

Selama ini, ia mengaku membiayai cucunya dengan bekerja sebagai juru masak saat ada acara hajatan kerabat atau tetangganya.

Sebab, ayahnya tidak pernah membiayai cucunya saat anaknya hamil 4 bulan.

"Harapan saya, supaya cucu saya cepat sehat kembali itu saja. Alhamdulillah selama di sini tidak bayar karena pakai BPJS Mandiri karena mau masuk umum tidak ada uang. Selama di sini juga alhamdulillah mendapatkan pelayanan dan perawatan yang baik," tutup dia.

https://makassar.kompas.com/read/2023/10/20/161725978/afzal-atallah-bayi-8-bulan-di-makassar-alami-gizi-buruk-dan-stunting

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke