Salin Artikel

Maudu Lompoa, Tradisi Maulid Nabi di Kabupaten Takalar

KOMPAS.com - Masyarakat Cikoang di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan memiliki tradisi khas sebagai puncak acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Tradisi ini bernama Maudu Lompoa yang dalam bahasa Makassar maudu artinya maulid dan lompoa artinya besar, sehingga Maudu Lompoa berarti maulid besar.

Dalam prosesinya, Maudu Lompoa ini merupakan perpaduan antara unsur atraksi budaya dengan ritual-ritual keagamaan.

Sehingga tidak heran jika tradisi ini memiliki ciri khas dengan ritual Je'ne-je'ne Sappara (mandi pada bulan Syafar) dan julung-julung (perahu) yang dihias dengan meriah.

Sejarah Tradisi Maudu Lompoa

Sejarah pelaksanaan Maudu Lompoa konon erat kaitannya dengan kehadiran seorang ulama Aceh bernama Sayyid Jalaluddin yang telah berjasa menyebarkan ajaran Islam di Cikoang.

Dilansir dari laman nu.or.id, Maudhu Lompoa ini berawal dari perayaan ka’do minyak yang dilakukan oleh Sayyid Jalaluddin pada tanggal 12 Rabiul Awal 1025 H, atau bertepatan dengan tanggal 11 November 1605.

Perayaan tersebut dihadiri oleh para pembesar sembilan kerajaan besar saat itu, yaitu Sumbawa, Gowa, Bone, Luwuk, Sanrobone, Buton, Galesong, Binamu dan Laikang.

Lima belas tahun kemudian atau tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal 1040 H (1620 M) pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad di Cikoang ini dinamakan Maudu Lompoa.

Fakta menarik lainnya, perayaan Maudhu Lompoa sempat dinyatakan sebagai upacara terlarang pada masa DI/TII.

Hal ini karena DI/TII pimpinan Kahar Muzakar menganggap perayaan ini bertentangan dengan ajaran agama karena mengandung bid’ah dan khurafat.

Pelaksanaan Tradisi Maudu Lompoa

Prosesi upacara Maudu Lompoa biasanya sudah dimulai sejak bulan Safar, dan memerlukan persiapan 40 hari sebelum acara puncak.

Dilansir dari laman Kemendikbud, persiapan diawali dengan melakukan Je'ne-je'ne Sappara atau mandi bulan safar oleh masyarakat Cikoang yang dipimpin sesepuh atau guru adat.

Selanjutnya, beberapa acara dilaksanakan sambil mempersiapkan berbagai kelengkapan Maudu Lompoa.

Hal ini seperti mempersiapkan ayam kampung yang akan dihidangkan pada puncak acara, di mana ayam tersebut harus dikurung selama 40 hari di tempat bersih dan diberi makan beras yang berkualitas bagus.

Ada juga prosesi angnganang baku yaitu membuat bakul sesaji dari daun lontar.

Selanjutnya, masyarakat akan menjemur padi dalam lingkaran pagar, dilanjutkan adengka ase, yakni menumbuk padi dengan lesung.

Warga setempat juga akan mengupas kelapa utuh yang ditanam sendiri (ammisa kalulu).

Tepat dua hari sebelum perayaan, masyarakat yang akan mengikuti Maudu Lompoa melakukan acara pemotongan ayam kampung dan menghias telur.

Ibu rumah tangga yang dibantu anak-anaknya akan mulai memasak. Perempuan-perempuan ini harus memakai sarung dalam keadaan bersih dan mengambil air wudhu sebelum memasak.

Prosesi memasak dilakukan di dalam ra’bang atau kolong rumah panggung dan tidak boleh keluar pagar.

Mereka akan mulai memasak nasi pamatara beserta lauknya, yakni ayam goreng, serta berbagai kue tradisional dengan menggunakan kayu bakar.

Beras yang dimasak pun sebelumnya harus dicuci tujuh kali dan air cuciannya ditampung dalam lubang yang sengaja dibuat dalam ra’bang.

Isi bakul disesuaikan jumlah keluarga tiap rumah, dengan setiap satu orang anggota keluarga harus dipotongkan satu ayam dan dimasakkan satu gantang (empat liter) beras.

Sedangkan jumlah telur hias disesuaikan dengan kemampuan masing-masing keluarga, umumnya minimal berjumlah 20 butir.

Selanjutnya, bakul berisi hidangan atau Baku Maudu itu akan dikumpulkan pada julung-julung yang akan diarak menuju pinggir Sungai Cikoang.

Julung-julung yang dihias dengan kain sarung warna-warni tidak hanya berisi Baku Maudu atau bakul berisi hidangan, namun juga diisi dengan perlengkapan sehari-hari dan hasil bumi,

Julung-julung yang sudah dihias dan terisi dengan lengkap nantinya akan dikumpulkan di sebuah titik yang menjadi tempat pelaksanaan Maudu Lompoa.

Isi dari julung-julung pun akan dibagikan kepada semua orang yang menghadiri acara Maudu Lompoa ini.

Sementara prosesi utama dalam rangkaian tradisi Maudu Lompoa adalah Zikkiri' dan Sura' Rate' yaitu i pembacaan kisah kelahiran Nabi Muhammad SAW dan sejarah masuknya Islam di Cikoang.

Dilakukan pula pembacaaan shalawat yang ditujukan untuk Rasulullah Muhammad SAW.

Makna Tradisi Maudu Lompoa

Dilansir dari laman djkn.kemenkeu.go.id, makna tradisi Maudu Lompoa bagi masyarakat Cikoang bukan hanya sekedar peringatan tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Tradisi ini juga mengandung makna yang lebih mendalam terkait falsafah hidup yang sangat erat hubungannya dengan kejadian alam semesta dan permulaan pencipta roh manusia.

Julung-julung yang dihias menjadi simbol masuknya agama Islam khususnya di Takalar.

Isi dari julung-julung menjadi gambaran sejarah masa lalu ketika ajaran Islam dibawa masuk oleh para pedagang yang datangke wilayah Cikoang.

Sumber:
nu.or.id  
warisanbudaya.kemdikbud.go.id  
makassar.tribunnews.com  
djkn.kemenkeu.go.id

https://makassar.kompas.com/read/2023/09/18/211637978/maudu-lompoa-tradisi-maulid-nabi-di-kabupaten-takalar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke