Salin Artikel

Tari Lumense dari Sulawesi Tenggara: Fungsi, Gerakan, dan Properti

KOMPAS.com - Tari Lumense berasal dari Tokotu'a, Kecamatan Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.

Tari Lumense bermakna pemujaan kepada sang dewa.

Kata Lumense berasal dari bahasa daerah setempat, yaitu Lume yang artinya terbang dan mense berarti tinggi. Jadi Lumense adalah terbang tinggi.

Tari Lumense

Fungsi Tari Lumense

Pada masa lalu, tari Lumense dilakukan dalam ritual pe-olia, yakni ritual penyembahan roh halus yang disebut Kowonuano (penguasa atau pemilik negeri).

Ritual penyembahan tersebut juga dengan menyajikan aneka jenis makanan. Maksud ritual tersebut untuk mengusir bencana.

Tari Lumense juga kerap ditampilkan pada masa kekuasaan Kesultanan Buton.

Dalam perkembangannya, fungsi tari Lengse mulai bergeser. Tari Lumense tidak lagi menjadi ritual pengusir roh, namun tarian tersebut masih dianggap memiliki nilai spiritual.

Cerita tari Lumanse digambarkan kondisi masyarakat Kabaena yang berprofesi sebagai petani. Profesi tersebut ditunjukkan oleh penari pria yang membawa parang.

Masyarakat setempat melakukan pola tradisional berupa membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian.

Simbol pohon pisang dalam tarian tersebut bermakna bencana yang dapat dicegah.

Klimaks tarian dengan menebas pohon pisang hingga tumbang yanng menyimbolkan bahwa bencana dapat dicegah.

Gerakan Tari Lumense

Tari Lumense seperti kebanyakan seni tari tradisional. Tari Lumense kurang mengeksplorasi tubuh melalui gerakan-gerakan sebagai simbol ekspresi keseharian masyarakat.

Tari Lumense ditarikan oleh penari wanita maupun penari pria.

Gerakan tari Lense mengandalkan gerakan dasar dengan irama tetabuhan gendang, gong besar, dan gong kecil.

Terdapat sebaris penari dan anakan pohon pisang dengan jarak tertentu, Jumlah pohon pisang disesuaikan dengan jumlah penari pria.

Tari Lumense diawali dengan gerakan maju mundur, bertukar tempat, dan saling mencari pasangan.

Gerakan mengalir terus hingga membuat konfigurasi huruf Z, kemudian diubah menjadi huruf S. Pada tahap ini gerakan lebih dinamis yang disebut momaani (ibing).

Pada tahap tersebut tarian terasa sangat menegangkan, karena parang telah dicabut dari sarungnya kemudian diarahkan ke kepala penari puteri yang terus melakukan momaani.

Dalam sekejap, parang ditebaskan ke batang pisang hingga rebah bersamaan.

Tarian Lumense ditutup dengan konfigurasi berbentuk setengah lingkaran. Pada bagian ini para penari membentuk gerakan tari lulo, yaitu jari saling mengait sehingga telapak tangan saling bertaut.

Mereka secara bersama membuat gerakan turun-naik untuk mengimbangi ayunan kaki yang mundur dan maju.

Properti Tari Lumense

Tari Lumense biasanya dipertunjukan di lapangan terbuka dengan properti berupa parang dan batang pisang saja.

Pakaian yang digunakan oleh penari berupa pakaian adat. Penari pria menggunakan pakaian berwarna hitam, kain sarung, dan topi khas daerah Moronene.

Para wanita menggunakan baju panjang berjumbai mirip ekor burung, kepala diikat dengan hiasan berumbai, kain sarung, dan ikat pinggang.

Pada zaman dahulu tari Lumense ditampilkan pada siang hari, namun saat ini tarian biasa dipertunjukan pada malam hari.

Durasi pertunjukan kurang lebih selama 10 hingga 15 menit.

Jumlah Penari Tari Lumense

Jumalah penari tari Lumense sekitar 10 orang penari, yang terdiri dari lima penari putera dan lima penari puteri.

Sumber:

kikomunal-indonesia.dgip.go.id dan kebudayaan.kemdikbud.go.id

https://makassar.kompas.com/read/2023/09/14/190251278/tari-lumense-dari-sulawesi-tenggara-fungsi-gerakan-dan-properti

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke