Salin Artikel

8 Fakta Perjuangan Pangeran Diponegoro: Bermula di Tegalrejo dan Berakhir di Makassar

KOMPAS.com - Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pahlawan nasional kelahiran Yogyakarta yang mengobarkan Perang Jawa.

Perang Jawa yang terjadi pada tahun 1825-1830 ini juga dikenal sebagai Perang Diponegoro.

Perang Diponegoro menjadi gerakan perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial disebut-sebut menjadi perang terbesar selama penjajahan Belanda di Indonesia.

Fakta Perjuangan Pangeran Diponegoro

Pada 1825, Pangeran Diponegoro diketahui mulai mengobarkan perlawanan terhadap Belanda. Berikut adalah beberapa fakta penting terkait perjuangannya.

1. Penyebab Perang Diponegoro

Dilansir dari laman Kemendikbud, Perang Diponegoro atau Perang Jawa disebabkan rasa tidak setuju Pangeran Diponegoro atas campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan.

Selain itu kebijakan penyalahgunaan penyewaan tanah dan pajak Puwasa juga membuat para petani lokal menderita.

Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan dengan membatalkan pajak Puwasa agar para petani di Tegalrejo dapat membeli senjata dan makanan.

Kekecewaan Pangeran Diponegoro semakin memuncak ketika Patih Danureja atas perintah Belanda memasang patok-patok di atas lahan milik Pangeran Diponegoro di Desa Tegalrejo.

2. Markas Pangeran Diponegoro di Goa Selarong

Sebelum perang pecah, pihak istana mengutus dua bupati keraton senior yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo.

Namun Pangeran Diponegoro sudah lebih dulu meninggalkan Tegalrejo dan bergerak ke barat hingga tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul.

Pangeran Diponegoro kemudian menjadikan Goa Selarong, sebuah goa yang terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan, Bantul, sebagai basisnya.

3. Pangeran Diponegoro Tidak Berjuang Sendirian

Dalam perjuangan ini, Pangeran Diponegoro tidak sendiri, namun dibantu Kyai Mojo yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan.

Pangeran Diponegoro juga berkoordinasi dengan I.S.K.S. Pakubuwono VI serta Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan.

4. Bantuan Dana Perang untuk Pangeran Diponegoro

Perang Diponegoro juga melibatkan berbagai kalangan, mulai dari kaum petani hingga golongan priyayi.

Dana perang didapat dari mereka yang menyumbangkan uang dan barang-barang berharga lainnya.

Kaum pribumi terlibat dengan berbekal semangat “Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati” yang berarti "sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati”.

5. Perjuangan Pangeran Diponegoro Meluas

Keberhasilan ini disusul dengan kemenangan di beberapa daerah pada tahun-tahun awal berkobarnya Perang Diponegoro.

Pergerakan pun meluas ke daerah Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang, dan Rembang. Kemudian ke arah timur mencapai Madiun, Magetan, Kediri, dan sekitarnya.

Meluasnya gerakan perlawanan yang dicetuskan Pangeran Diponegoro disebut mampu menggerakkan kekuatan di seluruh Jawa.

6. Strategi Perang Diponegoro

Perang Diponegoro pun berkobar, antara penduduk pribumi yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dengan pasukan penjajah Belanda di bawah pimpinan Jendral De Kock.

Pangeran Diponegoro menggunakan strategi perang gerilya dengan berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya sehingga menyulitkan Belanda untuk menumpas pemberontakan tersebut.

Hal itu membuat Jenderal De Kock menerapkan siasat perang baru yang dikenal dengan nama Benteng Stelsel atau siasat Benteng.

Strategi Benteng Stelsel atau siasat Benteng adalah dengan mempersempit ruang gerak agar lawan kesulitan untuk melarikan diri, yang berhasl membuat daerah perlawanan makin sempit dan pasukan Pangeran Diponegoro terpecah belah.

7. Terjebak Tipu Muslihat Jenderal De Kock

Perjuangannya berakhir saat pasukan Pangeran Diponegoro dijepit di Magelang oleh Jenderal De Kock.

Pangeran Diponegoro kemudian setuju untuk bertemu Jenderal De Kock di Magelang.

Demi membebaskan sisa pasukannya, Pangeran Diponegoro rela menyerahkan diri dan diasingkan ke Gedung Keresidenan Semarang yang berada di Ungaran, lalu dibawa ke Batavia pada 5 April 1830 dengan menggunakan kapal Pollux.

8. Pangeran Diponegoro Diasingkan dan Wafat di Makassar

Pada 30 April 1830 Pangeran Diponegoro diberangkatkan dari Batavia untuk diasingkan ke Manado. Mereka tiba di Manado pada 3 Mei 1830 dan ditawan di Benteng Nieuw Amsterdam.

Dari Manado, Pangeran Diponegoro kemudian dipindahkan ke pengasingannya di Makassar, tepatnya di Benteng Fort Rotterdam.

Pangeran Diponegoro diketahui menjalani pengasingan di Makassar selama hampir 25 tahun yaitu sejak tanggal 12 Juni 1830.

Dalam pengawasan yang sangat ketat, Pangeran Diponegoro akhirnya meninggal dunia dalam pengasingannya di Makassar karena usia tua pada 8 Januari 1855.

Sosok Pangeran Diponegoro

Dilansir dari laman Gramedia.com, Pangeran Diponegoro lahir di Keraton Yogyakarta pada 11 November 1785 dengan nama asli Bendara Raden Mas Mustahar.

Ayah Pangeran Diponegoro adalah Raden Mas Surojo, yang ketika naik takhta bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono III.

Sementara ibunya adalah seorang seorang garwa ampeyan atau selir bernama Raden Ayu Mangkarawati, putri dari Bupati Pacitan dan masih memiliki ikatan darah dengan Sunan Ampel.

Di kemudian hari, namanya diubah menjadi Bendara Raden Mas Antawirya (Raden Mas Ontowiryo). Sementara nama Islam Pangeran Diponegoro adalah Abdul Hamid.

Sosok putra Sultan Yogyakarta ini kemudian diwisuda sebagai pangeran dengan nama Bendara Pangeran Harya Dipanegara, setelah ayahnya naik takhta.

Namun berawal dari posisi ibunya yang bukanlah seorang permaisuri, ia menolak keinginan sang ayah untuk menjadi raja.

Pangeran Harya Dipanegara atau Pangeran Diponegoro kemudian memilih tinggal di Tegalrejo daripada tinggal di keraton.

Tegalrejo adalah salah satu wilayah yang berada di daerah Yogyakarta, tepatnya di sebelah barat laut Keraton Yogyakarta dan terletak diantara Sungai Winongo dan Sungai Code.

Pangeran Diponegoro tinggal berdekatan dengan eyang buyut putrinya, yakni Gusti Kanjeng Ratu Tegalrejo, permaisuri dari Sultan Hamengkubuwana I.

Setelah wafat, Pangeran Diponegoro dmakamkan di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Lokasi tepatnya Makam Pangeran Diponegoro berada di Kompleks Kampung Jawa, tepatnya di Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo, Kota Makassar.

Ada dua makam berukuran besar yang letaknya berdampingan, yaitu makam Pangeran Diponegoro dan istrinya, RA Ratu Ratna Ningsih.

Selain itu, ada 25 makam berukuran sedang dan 39 makam berukuran kecil yang merupakan makam enam orang anaknya, 30 orang cucu, 19 orang cicit, dan sembilan pengikutnya.

Sumber:
gramedia.com  
nu.or.id  
ditsmp.kemdikbud.go.id  
kompas.com . 
regional.kompas.com  

https://makassar.kompas.com/read/2023/07/15/190043378/8-fakta-perjuangan-pangeran-diponegoro-bermula-di-tegalrejo-dan-berakhir-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke