Salin Artikel

Rentetan Aksi Pemalakan di Kota Makassar Kian Marak hingga Berbuntut Pembakaran 3 Mobil

MAKASSAR, KOMPAS.com - Aksi pemalakan di Kota Makassar kian marak dan meresahkan warga hingga berbuntut pembakaran 3 unit mobil. 

Rentetan kasus pemalakan terjadi di Kota Makassar dalam dua pekan terakhir, mulai aksi preman di depan pintu masuk Pelabuhan Soekarno Hatta, pemalakan dilakukan 'Pak Ogah', hingga pemalakan tukang parkir liar berbuntut pembakaran 3 unit mobil. 

Kasus pemalakan di depan pintu masuk Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) terhadap sopir taksi online sempat terekam video dan viral di berbagai media sosial, Jumat (2/6/2023) malam.

Tampak dalam video, tiga pria menghampiri sopir taksi online dan meminta sejumlah uang dengan dalih uang parkir. 

Salah satu pria yang melakukan pemalakan terlihat mengenakan baju kotak-kotak hijau dalaman kaos abu-abu dan memakai topi warna merah.

Ia tampak meminta uang sebesar Rp 15.000 kepada sang sopir. Namun sang sopir hanya memberinya Rp 8.000. 

Merasa tak terima sang sopir dipalak, seorang penumpang perempuan yang ada di dalam mobil pun merekam aksi ketiga preman tersebut.

"Lima belas mo bayar," kata preman yang mengenakan baju kotak-kotak hijau tersebut

"Siapa anjo daeng (Berapa itu daeng sopir)," timpal rekan preman itu.

"Limassa ji eh (cuma lima ribu)," kata sang sopir.

"Pagannakanmi sampu (kasih cukup saja Rp 10.000)," ucap rekan preman tersebut.

"Alle rong anne (Ya sudah ambil dulu ini Rp 5.000)," kata sang sopir Kemudian sang sopir kembali mencari uang tambahan. Namun hanya memberi sebesar Rp 3.000 kepada sang preman. Akibatnya sang preman pun kembali mengeluh dan mendesak sang sopir menggenapkan Rp 10.000.

"Tallusabu ji anne (Ini hanya Rp 3.000)," ujar sang preman itu. 

"Jalan mi Om, jalan mi. (Sudah ayo berangkat om) Astaghfirullah jalan mi Pak (Ayo berangkat Pak). Saya viralkan ko . Ada bukti, kita ditagih di kota sendiri. Kasihan ini bapak. Teganya itu orang-orang," kata penumpang wanita itu.  

Sang sopir pun hanya bisa pasrah dengan kelakuan para preman itu. Sebab ia mengaku biasa menjemput penumpang di wilayah Pelabuhan Soekarno Hatta. Sehingga dirinya khawatir mendapat perlakuan yang tak dinginkan oleh sang preman.

"Saya tidak bisa anu (apa-apa), karena mobilku kasihan, karena biasa ka menjemput," ucap sang sopir kepada penumpangnya. 

Setelah video tersebut viral, aparat kepolisian Polresta KPPP Pelabuhan Makassar bergerak dan menangkap 2 pelaku atas nama Alex dan Abi.

Mereka merupakan jukir (juru parkir) liar yang melakukan aksi premanisme berupa pungutan liar (pungli) berdalih meminta uang parkir.

Aksi pemalakan berkedok 'Pak Ogah' pun terjadi di ruas jalan utama AP Pettarani, Makassar.

Seorang yang melakukan aksi premanisme ke pengendara roda empat akhirnya dibekuk aparat Polsekta Rappocini.

Pria yang diketahui bernama N Irfan (36) ini diamankan setelah video aksi premanismenya viral di berbagai platform media sosial.

Berbagai komentar netizen berkeluh kesah terkait menjamurnya Pak Ogah ini. 

Dari informasi, N Irfan ini merupakan Pak Ogah yang kerap mangkal di beberapa ruas jalan utama Kota Makassar, Sulsel, hingga kerap membuat para pengendara resah.

Dari hasil pendalaman polisi, N Irfan ini kerap melakukan aksi premanisme dengan memalak dengan nada makian ke para pengendara jika tidak diberikan uang.

Aksi Pak Ogah yang marak terjadi hampir di semua ruas jalan utama di Kota Makassar. Bahkan, masyarakat pun sangat resah dengan aksi Pak Ogah tersebut.

Meski begitu, aparat kepolisian dan Pemerintah Kota Makassar terkesan diam dan melakukan pembiaran.  

Kemudian kasus seorang preman di Kota Makassar, Waldi membakar 3 unit mobil karena sakit hati tak diberi uang Rp 3.000.

Waldi pun akhirnya berhasil ditangkap polisi setelah membakar 3 unit mobil operasional milik pengusaha ekspedisi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).  

Waldi nekat membakar tiga unit mobil tersebut karena sakit hati tidak diberi uang Rp 3.000 oleh salah satu sopir mobil ekspedisi.

Adapun ketiga unit mobil itu di antaranya; mobil Brio DD 1305 UR, mobil Trek Colt Disel 125 Nopol DN 8425 DB dan mobil Truk Hino Dutro 130 HT DD 8818 MJ . 

Kapolres Pelabuhan Makassar, AKBP Yudi Frianto dalam keterangan persnya, Selasa (13/6/2023) mengatakan, insiden itu terjadi di Jl Balang Lompoa, Kecamatan Wajo, kota Makassar, pada Rabu (7/6/2023) sekitar pukul 04.00 wita pagi. 

"Waldi meminta uang sebesar Rp 3.000 kepada seorang yang merupakan sopir truk yaitu ekspedisi Al Husna, tapi saat itu sopir tidak mau memberikan uang," katanya. 

Yudi mengatakan, dari pengakuan Waldi, selain sakit hati, dia juga membakar mobil itu untuk membuktikan dirinya seorang preman yang disegani di wilayah tersebut.  

"Awalnya yang dibakar talinya saja, supaya dianggap dia preman di tempat itu. Karena api membesar dan tidak bisa dikendalikan, Waldi akhirnya kabur," ujarnya. 

Aksi Waldi terungkap setelah pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan hasil olah TKP Tim Labfor Polda Sulsel menemukan dua alat bukti. 

"Rekaman CCTV dan dari keterangan Waldi sendiri," tuturnya.

https://makassar.kompas.com/read/2023/06/14/141909278/rentetan-aksi-pemalakan-di-kota-makassar-kian-marak-hingga-berbuntut

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com