Salin Artikel

Polisi Amankan 5 Orang Diduga Anarko dalam Aksi Mahasiswa Papua di Makassar

MAKASSAR, KOMPAS.com - Massa dari Aliansi Perjuangan Demokratik (APD) mengamuk saat rekannnya diamankan pihak kepolisian saat melakukan aksi unjuk rasa Tolak UU Cipta Kerja di Jalan AP Pettarani Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Senin (1/5/2023).

Pantauan di lokasi pihak ke polisian telah mengamankan sebanyak 5 orang peserta aksi. Kelimanya dinilai penyusup dalam aksi yang dilakukan oleh mayoritas orang Papua tersebut.

Saat ini massa aksi dan pihak keamanan masih berusaha mengawal dan mengamankan peserta aksi. Bahkan untuk membubarkan massa pihak kepolisian menyiapkan mobil truk Brimob.

"Cabut UU Ciptaker, Golput Pemilu dan Bangun Kekuatan Politik Alternatif," bunyi tuntutan selebaran massa APD.

Dalam surat selebaran yang mereka bagikan, menurutnya, perayaan 1 Mei bukan sekadar selebrasi kaum buruh semata, tetapi menjadi momentum dalam perjuangan demokrasi kerakyatan dari seluruh kelas tertindas.

Dijelaskan juga pada 1 Mei 1886 di Amerika Serikat (tepatnya di Jantung Kapital Global), perjuangan 8 jam kerja kaum buruh pada masanya dibayar dengan penangkapan, keringat, dan kematian lebih dari 300 orang.

Di Indonesia tepat pada 1 Mei 1963, pemerintah Indonesia menganeksasi West Papua dengan tidak melibatkan masyarakat Papua secara demokratis.

Hingga di tahun 2021 memaksa setidaknya 60.000 orang keluar dari tanahnya untuk mengungsi akibat konflik berkepanjangan dan terus meningkat setiap tahunnya. 

"Juga, berbagai kebijakan hukum yang menyengsarakan rakyat dilancarkan oleh parlemen dan presiden melalui UU Cipta Kerja, UU Minerba, dan UU KUHP," tandasnya.

Dalam selebaran itu juga tertulis hari ini, kekuasaan tidak lagi berada di tangan rakyat, tetapi masih berputar di lingkaran segelintir orang saja atau seringkali disebut sebagai oligarki.

"Nasib buruh, nelayan, perempuan, pelajar, dan mahasiswa justru sepenuhnya berada di relasi tangan-tangan "tak terlihat" mereka," jelasnya.

Dalam aksi tersebut polisi juga mengamankan 1 bom molotov yang didapat dari salah satu oknum massa APD.

Kapolrestabes Makassar, Kombes Mokhamad Ngajib mengatakan, massa APD diamankan karena tidak melapor dan memiliki izin menggelar aksi unjuk rasa.

"Rekan-rekan kita dari Papua itu mereka turun tidak ada pemberitahuannya. Kemudian tentunya kita melakukan mereka untuk bubar dengan persuasif," katanya kepada awak media.

Ngajib juga mengaku mengamankan 5 orang yang diduga penyusup dalam aksi tersebut. Pihaknya juga mengatakan jika 5 orang yang diamankan itu diduga dari kelompok Anarko.

"Tadi kalau tidak salah ada 5 orang yang kita amankan bukan dari kelompoknya mereka. Ini jelas-jelas ada beberapa kelompok Anarko yang kita buktikan mereka membuat pilox tulisan di tembok. Itulah yang kita ambil kita amankan," jelasnya.

"Tapi intinya mereka turun ke lapangan tidak ada pemberitahuan. Sehingga kita punya kewenangan untuk melakukan pembubaran. Tapi bisa kita lihat langsung bahwa pembubaran yang kita lakukan secara persuasif. Kita kasih naik truk untuk kembali ke markasnya," sambungnya.

Ngajib juga mengaku belum menemukan benda terlarang yang dibawa massa aksi. Namun ia akan mengecek apakah saat diamankan mereka membawa senjata tajam.

"Sampai sekarang belum ada, nanti kita cek dulu. Kita amankan saja ada beberapa orang tadi yang patut kita duga mereka Anarko karena bukan termasuk dalam kelompok saudara-saudara kita dari Papua" ujarnya. 

Pihaknya pun bakal menindak tegas jika kelima kelompok Anarko itu terbukti bersalah.

"Nanti kita lihat dari hasil pemeriksaan tentunya kalau ada pidananya langsung kita tindak tegas terhadap anarko itu," pungkasnya.

https://makassar.kompas.com/read/2023/05/01/161310878/polisi-amankan-5-orang-diduga-anarko-dalam-aksi-mahasiswa-papua-di-makassar

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com