Salin Artikel

Kematian Dokter Paru di Nabire Diduga Janggal, Menkes: Masalah Ini Akan Dibuka secara Transparan

KOMPAS.com - Dokter Mawartih Susanti, seorang dokter spesialis paru yang bertugas di Kabupaten Nabire, Papua Tengah, ditemukan dalam kondisi tak bernyawa pada Kamis (9/3/2023) malam.

Jasadnya ditemukan di tempat tinggalnya di perumahan dokter, Kelurahan Siriwini.

Keluarga mengatakan, terdapat kejanggalan dalam kematian sang dokter Mawar. Keluarga menemukan luka lebam serta patah tulang rusuk dan pergelangan tangan pada jasad dokter Mawar.

Usai melayat ke rumah duka, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa penyelidikan kasus ini akan dibuka secara transparan.

“Jaminan dari saya masalah ini akan dibuka secara transparan karena itu juga yang diminta oleh pihak keluarga,” ujarnya di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (13/3/2023).

Ia menuturkan, Kementerian Kesehatan bersama Polri dan TNI masih menelusuri penyebab kematian dokter Mawar.

"Tentunya membutuhkan waktu supaya tidak salah analisanya, dan nanti saya akan memberikan kesempatan kepada Kepolisian Indonesia karena mereka yang menjadi pemimpin penyelidikan ini, dibantu Kemenkes," ucapnya, dikutip dari Antara.

Menkes menyampaikan bakal menggelar pertemuan dengan Kapolri dan Panglima TNI untuk membahas penanganan kasus kematian dokter Mawar.

“Saya akan berkomunikasi dengan Kapolri dan Pemerintah Daerah bagaimana layanan kesehatan tetap berjalan dengan adil dan merata. Namun, harus disertai dengan jaminan keamanan yang baik untuk dokter dan tenaga kesehatan,” ucapnya.

Dugaan soal kematian dokter Mawar yang tak wajar diungkap oleh pihak keluarga.

"Ada banyak luka lebam di dada anak saya. Tulang rusuknya dan pergelangan tangannya patah. Berdasarkan foto-foto dan bukti dari kedokteran yang diberikan kepada kami," ungkap ibu dokter Mawartih Susanti, Martawara, Selasa (14/3/2023).

Ia berharap agar aparat kepolisian segera mengungkap penyebab kematian anak ketiganya itu.

"Anak saya dokter yang ditugaskan melayani masyarakat di Nabire. Jadi polisi harus ungkap ini kasus, agar tidak ada lagi korban selanjutnya. Kalau kasus ini tidak diungkap, bisa-bisa tidak ada lagi dokter yang mau ke Nabire," tuturnya.


Untuk menyibak penyebab kematian dokter Mawar, polisi telah melakukan otopsi.

"Otopsi dilakukan di RS Bhayangkara Sulawesi Selatan dan ini sedang berproses, kita saat ini sedang menunggu dari hasil pemeriksaan jenazah. Ada beberapa bukti yang ditemukan di sekitaran TKP untuk dilakukan pemeriksaan di laboratorium forensik," jelas Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Nabire AKBP I Ketut Suarnaya dalam keterangan tertulis, Senin.

Polisi juga sudah memeriksa 23 saksi. Selain itu, polisi juga telah menggelar olah tempat kejadian perkara (TKP).

"Sudah empat kali kita lakukan olah TKP sejak ditemukannya jenazah, mulai dari titik ditemukannya jenazah hingga radius 50 meter," terangnya.

Suarnaya menjelaskan, ada barang bukti yang bakal diperiksa di Laboratorium Forensik Mabes Polri. Di samping itu, polisi juga akan menelusuri jejak digital korban.

Sebagai informasi, dokter Mawar telah bertugas selama enam tahun di Nabire. Dia merupakan satu-satunya dokter spesialis paru di sana.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Makassar, Hendra Cipto; Kontributor Jayapura, Dhias Suwandi | Editor: Dita Angga Rusiana, Pythag Kurniati), Antara

https://makassar.kompas.com/read/2023/03/14/191600578/kematian-dokter-paru-di-nabire-diduga-janggal-menkes--masalah-ini-akan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com