Salin Artikel

Benteng Fort Rotterdam, Jejak Kerajaan Gowa-Tallo dan VOC di Makassar

KOMPAS.com - Benteng Fort Rotterdam adalah sebuah destinasi wisata sejarah yang berada di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Masyarakat Makassar sendiri menyebut Benteng Fort Rotterdam dengan nama Benteng Jumpandang, Benteng Ujung Pandang atau Benteng Panyyua.

Benteng Fort Rotterdam berada di sebelah barat Kota Makassar dan menghadap ke Selat Makassar.

Lokasi tepatnya di Jalan Ujungpandang No.1, Kelurahan Bulogading, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Karena lokasinya yang dekat dengan pusat kota maka banyak wisatawan yang penasaran untuk berkunjung dan arsitektur unik benteng ini.

Benteng Fort Rotterdam diketahui menyimpan jejak sejarah Kota Makassar sejak zaman Kerajaan Gowa-Tallo, pendudukan VOC, hingga saat ini.

Sejarah Benteng Fort Rotterdam

Benteng Fort Rotterdam atau Benteng Jumpandang mulanya adalah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo yang dibangun pada abad XV.

Dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Benteng Jumpandang dibangun sebagai salah satu rangkaian benteng pertahanan di sepanjang pesisir pantai barat Kerajaan Gowa.

Bersamaan dengan pembangunan Benteng Jumpandang, dibangun pula Benteng Somba Opu, Benteng Kale Gowa, Benteng Tallo, Benteng Sanrobone, Benteng Barombong, dan Benteng Ujung Tana.

Dilansir dari laman explore.makassarkota.go.id, benteng ini pertama kali dibangun oleh Raja Gowa, Daeng Matanre Karaeng Manguntungi Tumapa’risi Kallonna pada tahun 1545.

Tujuan dibangunnya Benteng Jumpandang oleh Kerajaan Gowa-Tallo adalah untuk memperkuat basis pertahanan di sepanjang wilayah Pantai Makassar.

Sementara dilansir dari emedia.dpr.go.id, pada masa Kerajaan Gowa-Tallo konstruksi benteng ini terbuat dari tanah liat.

Baru kemudian pada keemasan pemerintahan Sultan Alauddin material bangunan benteng mulai dibangun dari batu padas dari Pegunungan Karst di daerah Maros, batu kapur dari Pulau Selayar, serta kayu jati dari Tanete dan Bantaeng.

Sayangnya Belanda akhirnya berhasil menaklukkan Kerajaan Gowa-Tallo lewat Perang Makassar, yang kemudian ditegaskan melalui perjanjian Bongaya atau Bongaisch Verdrag pada tahun 1667.

Sejak dikuasai Belanda, benteng ini kemudian diberi nama Fort Rotterdam yang diambil dari nama kota kelahiran pimpinan VOC yang berhasil menaklukkan Kerajaan Gowa-Tallo yaitu Cornelis J. Speelman.

Bentuk Benteng Fort Rotterdam

Pada awal pembangunannya, Benteng Jumpandang memiliki bentuk persegi yang menyerupai benteng Portugis pada umumnya.

Namun seiring dengan perkembangannya, bentuk Benteng Fort Rotterdam berubah hingga apabila dilihat dari atas bentuknya menyerupai seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan.

Hal ini sesuai dengan menerangkan filosofi Kerajaan Gowa yang seperti penyu yang dapat hidup di darat maupun di laut.

Setelah Benteng Fort Rotterdam diduduki Belanda, struktur dan desainnya diubah dengan menambahkan lima bastion di sisi timur yaitu Bastion Amboina dan Bastion Mandarsyah serta tiga bastion di sisi barat yaitu Bastion Bacan, Bastion Bone dan Bastion Buton.

Hal ini membuat bentuknya Benteng Fort Rotterdam tampak menyerupai kura-kura, sehingga warga Makassar menyebut benteng ini dengan Benteng Panyyua.

Dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, secara keseluruhan Benteng Fort Rotterdam terdiri dari 16 bangunan, termasuk 1 buah bangunan yang didirikan pada jaman Jepang.

Dalam pembangunannya, benteng ini didirikan menyesuaikan dengan kontur lahan, sehingga menyebabkan perbedaan dalam ukuran dinding-dindingnya.

Dinding Benteng Fort Rotterdam memiliki ukuran tinggi bervariasi antara 5 – 7 meter, dengan tebal rata-rata 2 meter.

Ukuran dinding Benteng Fort Rotterdam bagian barat berukuran panjang 225 meter, bagian timur berukuran panjang 193,2 meter, dan bagian utara berukuran panjang 164,2 meter.

Adapun bagian selatan tidak memiliki dinding dengan jarak terukur sebesar 155,35 meter antara Bastion Bacan dengan Bastion Amboina.

Benteng Fort Rotterdam memiliki dua pintu yaitu pintu gerbang utama di sebelah barat benteng yang terbuat dari kayu yang dilengkapi dengan daun pintu kembar dua, dengan pintu sebelah dalam berukuran lebih kecil dengan pasak-pasak dari besi (angkur).

Sementara pintu gerbang kedua merupakan sebuah pintu kecil yang terdapat di sebelah timur bangunan.

Secara keseluruhan, Benteng Fort Rotterdam memiliki luas 2,5 hektar dengan luas bangunan 11.605,85 meter persegi.

Fungsi Benteng Fort Rotterdam

Mulanya Kerajaan Gowa-Tallo menggunakan Benteng Jumpandang sebagai basis pertahanan di sepanjang pantai barat Makassar.

Lokasinya yang berada di dekat pantai memudahkan pengawasan adanya kedatangan musuh Kerajaan Gowa-Tallo dari arah perairan.

Baru pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, benteng ini menjadi pusat persiapan perang dalam menghadapi gempuran dari tentara Belanda.

Setelah benteng ini diambil alih oleh pemerintahan kolonial Belanda, benteng ini berfungsi sebagai markas komando pertahanan, pusat perdagangan, dan pusat pemerintahan pemukiman pejabat-pejabat Belanda.

Sebagian benteng ini juga difungsikan sebagai penjara atau rumah tahanan bagi orang-orang yang menentang Belanda.

Pasukan Inggris pada tahun 1811-1816 sempat menguasai benteng ini bersamaan dengan kemenangannya dalam menaklukkan Ambon dan Banda.

Namun pada bulan September 1816, Inggris kembali menyerahkan Benteng Rotterdam ke Pemerintah Hindia Belanda.

Salah satu sosok penting yang pernah ditahan di Benteng Fort Rotterdam adalah Pangeran Diponegoro sejak 1833 hingga wafatnya pada 8 Januari 1855.

Pada masa pendudukan Jepang, benteng ini digunakan sebagai kantor administrasi Angkatan Laut Jepang Wilayah Indonesia Timur sekaligus pusat penelitian ilmu pengetahuan dan bahasa.

Setelah itu Benteng Fort Rotterdam kembali beralih fungsi menjadi pusat kegiatan pertahanan Belanda dalam menghadapi perlawanan pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia.

Baru pada sekitar tahun 1970-an, benteng ini dipugar untuk dijadikan sebagai pusat budaya, pendidikan, tempat untuk acara musik dan tari, serta tujuan wisata bersejarah.

Hingga akhirnya pada tahun 2014, Benteng Fort Rotterdam ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 025/M/2014.

Sumber:
explore.makassarkota.go.id  
emedia.dpr.go.id  
kebudayaan.kemdikbud.go.id  
kebudayaan.kemdikbud.go.id  
kompas.com  (Penulis : Widya Lestari Ningsih, Editor : Nibras Nada Nailufar)

https://makassar.kompas.com/read/2023/02/26/224309378/benteng-fort-rotterdam-jejak-kerajaan-gowa-tallo-dan-voc-di-makassar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke