Salin Artikel

Monumen Mandala di Makassar: Sejarah, Letak, Desain, dan Wisata

KOMPAS.com - Monumen Mandala terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Ujung Pandang, Makassar, Sulawesi Selatan.

Monumen Mandala yang berbentuk tugu didirikan untuk mengenang sejarah pembebasan Irian Barat pada tahun 1962.

Untuk itu, Monumen Mandala dikenal juga sebagai Monumen Pembebasan irian Barat.

Saat ini, Monumen Mandala juga sebagai destinasi wisata sejarah

Monumen Mandala

Sejarah Monumen Mandala

Awalnya, monumen Mandala merupakan sekolah guru (kweekschool) untuk melanjutkan menjadi guru pada zaman Belanda. Sekolah ini dibangun pada tahun 1876. 

Dalam perjalanan waktu, sekolah ini menjadi Hoofdkwartier van de Koninklijke atau Markas Angkatan Laut Kerajaan Belanda pada tahun 1946.

Semasa orde lama, tepatnya pada tanggal 2 Januari 1962, tempati ini beralihfungsi menjadi Markas Komando Mandala yang dibentuk oleh Soeharto.  Upaya untuk operasi Pembebasan Irian Barat.

Pada tahun 1993, bangunan lama dirobohan dan menjadi monumen.

Pembangunan monumen yang diprakarsai oleh HA Zainal Basri, Gubernur Sulawesi Selatan yang dilakukan pada tahun 1994.

Peletakkan batu pertama dilakukan oleh Soesilo Soedarman, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolkam) saat itu, pada tanggal 11 Januari 1994.

Peresmian monumen dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto pada tanggal 19 Desember 1995.

Mengapa Monumena Mandala di Makassar?

Pemilihan Kota Makassar sebagai lokasi Monumen Mandala karena Makassar menjadi markas pasukan pembebasan Irian Barat.

Pergerakan dimulai dari Makassar yang menjadikan kota ini sebagai lokasi pembangunan Monumen Mandala.

Perjuangan panjang berhasil membawa Irian Barat kembali ke pangkuan ibu pertiwi pada tahun 1962.

Monumen Mandala ini merupakan bukti upaya pemerintah merebut Irian Barat kembali dari tangan Belanda. Perebutan irian Barat melalui sejumlah perjanjian tidak membuahkan hasil selama bertahun-tahun. 

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim bahwa seluruh wilayah Hindia Belanda termasuk Papua Barat.

Namun, Belanda menganggap wilayah itu masih berada di bawah kedaulatan Belanda dan ingin menjadikan sebagai negara boneka.

Sehingga, pemerintah harus menggunakan cara lain.

Pada tahun 1961, Soekarno, Presiden RI saat itu menggagas sebuah pergerakan yang disebut Trikora atau Tiga Komando Rakyat.

Kemudian terbentuk komando Mandala yang pada saat itu dipimpim panglima Mayor Jenderal Seoharto.

Komando ini bertugas melakukan operasi militer untuk merebut kembali Irian Barat.

Untuk merebut Irian Barat, Indonesia harus menyediakan peralatan militer mulai persenjataan, pesawat, hingga kapal untuk mengusir Belanda.

Operasi ini juga banyak mengorbankan materi dan jiwa raga para pejuang.

Pada tahun 1962, Irian Barat dapat kembali ke NKRI dan Monumen Mandala menjadi bukti serta saksi perjuangan Indonesia merebut Irian Barat.

Desain Monumen Mandala

Monumen Mandala memiliki desain menarik, yaitu berbentuk segitiga sama sisi yang menyimbolkan Tiga Komando Rakyat (Trikora).

Tinggi Monumen Mandala kurang lebih 75 meter dengan empat lantai. Untuk menaranya memiliki ketinggian 62 meter.

Ketinggian menara monumen ini sebagai manifestasi tahun kembalinya Irian Barat ke Indonesia pada tahun 1962.

Pada bagian bawah monumen terdapat relief yang melambangkan semangat Trikora dan relief lidah api di bagian atas yang melambangkan semangat tidak pernah padam.

Tak hanya itu, ada juga patung bambu runcing sebanyak 27 patung yang melambangkan instrumen fisik perjuangan pada masa itu.

Pada sekeliling menara terdapat kolam yang melambangkan kejernikahan berpikir mutlak diperlukan dalam setiap perjuangan.

Pada bagian puncak terdapat harde untuk menangkal petir sekaligus simbol cita-cita yanghendak dicapai.

Museum Mandala

Museum Mandala terletak di bagian dalam Monumen Mandala.

Keberadaan Museum Mandala menggambarkan sejarah perjuangan masyarakat Sulawesi Selatan dalam menentang penjajah Belanda dan mempertahankan Republik Indonesia.

Pada lantai pertama museum ini terdapatt 12 diorama yang menggambarkan perjalanan perjuangan bangsa Indonesia di Pulau Sulawesi.

Selain itu di lantai ini, juga ada tiga relief dan sembilan replika pakaian pejuang abad XVII hingg XVIII.

Kemudian pada lantai dua terdapat 12 diorama dan tiga relief yang menceritakan tentang perjuangan bangsa dalam rangka membebaskan Irian Barat.

Pada lantai tiga berupa ruang kerja Panglima Mandala, dimana di dalamnya terdapat peta Irian Barat, tanda jabatan, foto-foto persiapan persiapan bertugas ke irian Barat, dan pakaian yang digunakan pada saat Operasi Mandala,

Lantai keempat atau lantai terakhir berupa ruang pandang yang berfungsi untuk melihat Kota Makassar dari ketinggian.

Jam Buka Monumen Mandala

Monumen Mandala buka mulai pukul 08.00 sampai 17.00 WIB

Harga Tiket Monumen Mandala

Bagi pengunjung yang manikmati wisata Monumen Mandala akan dikenakan biaya sebesar

Rp 10.000.

Sumber:

journal.uin-alauddin.ac.id

disbudpar.sulselprov.go.id

tribuntimurwiki.tribunnews.com

https://makassar.kompas.com/read/2022/10/25/151621578/monumen-mandala-di-makassar-sejarah-letak-desain-dan-wisata

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com