Salin Artikel

5 Tradisi Unik Suku Bugis, dari Mappalette Bola hingga Sigajang Laleng Lipa

KOMPAS.com - Suku Bugis adalah salah satu kelompok masyarakat yang tinggal di Pulau Sulawesi yang masuk dalam kategori Deutero Melayu.

Dilansir dari laman wajokab.go.id, nama "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis.

Saat ini orang Suku Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru.

Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan, sementara daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang.

Pada daerah-daerah tersebut, masyarakat Suku Bugis masih menjaga adat dan budaya termasuk tradisinya.

Berikut adalah beberapa tradisi yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat Suku Bugis.

Mappalette Bola dikenal juga sebagai tradisi pindah rumah, yaitu prosesi pemindahan rumah adat Suku Bugis.

Tradisi Mappalette Bola dilakukan dengan mengangkat bangunan rumah yang dilakukan oleh puluhan hingga ratusan warga.

Kegiatan ini akan dipimpin oleh tetua adat yang akan memimpin doa, membaca mantra, serta memberikan aba-aba dalam proses pemindahan rumah.

Tradisi ini memiliki makna gotong royong di mana para lelaki akan bekerja sama mengangkat bangunan rumah, dan para wanita akan bersama-sama menyiapkan berbagai makanan untuk prosesi ini.

Mappadendang dikenal juga sebagai pesta tani adalah sebuah tradisi Bugis dalam mengucap syukur kepada Tuhan atas keberhasilan dalam memanen padi.

Tradisi Mappadendang identik dengan tradisi menumbuk gabah di dalam lesung yang memiliki nilai magis.

Hal ini dilakukan sebagai cara pensucian gabah yang masih terikat dengan batangnya dan terhubung dengan tanah menjadi ase (beras) yang nantinya akan menyatu dengan manusia.

Acara Mappadendang ini biasanya dilakukan di lapangan terbuka dan dimulai setelah maghrib atau malam hari.

Mappadendang tak hanya sebagai wujud rasa syukur, namun juga sebagai cara memupuk rasa persaudaraan.

Mattojang atau permainan ayunan raksasa merupakan sebuah tradisi khas masyarakat Bugis yang cukup menarik.

Tradisi ini tak hanya berfungsi sebagai ritual pemujaan atau persembahan kepada manusia pertama dalam kepercayaan mitologis Bugis, tapi juga bermakna hiburan dan ajang uji nyali dan keberanian.

Dalam tatanan linguistik Bugis, Mattojang berasal dari kata "tojang" yang berarti ayunan. Sementara secara kultural, istilah Mattojang diartikan sebagai permainan berayun atau berayun-ayun

Mattojang tidak dapat dilepaskan dari legenda masyarakat Bugis terkait proses turunnya manusia pertama yaitu Batara Guru dari Botting Langi’ (Negeri Khayangan) ke Bumi.

Batara Guru dalam mitos kebudayaan Bugis adalah nenek dari Sawerigading, ayah dari La Galigo yang merupakan tokoh mitologi Bugis yang melahirkan mahakarya dunia yakni kitab La Galigo.

Menurut kepercayaan masyarakat Bugis, Batara Guru turun dari Kayangan dengan menggunakan Tojang Pulaweng yang berarti ayunan emas.

Legenda inilah kemudian berkembang dan menjadi bagian dari prosesi adat Mattojang.

4. Mappacci

Mappacci adalah adat dalam pernikahan Suku Bugis yang dilakukan sebelum akad nikah atau ijab kabul.

Mappacci atau Mappaccing berasal dari kata "Paccing" yang berarti bersih, yang dimaksudkan untuk membersihkan semua hal yang menghambat pernikahan.

Tradisi Mappacci dihadiri oleh segenap keluarga dengan melengkapi segala peralatan yang harus dipenuhi.

Peralatan Mappacci yaitu pacci, daun kelapa, daun pisang, bantal, gula, sarung sutera, lilin, dan masih banyak lagi.

Prosesi Mappacci telah diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang dengan berbagai makna dan nasehat yang baik bagi kedua mempelai.

5. Sigajang Laleng Lipa

Sigajang Laleng Lipa merupakan tradisi masyarakat bugis dalam menyelesaikan sebuah masalah dengan mempertaruhkan nyaea.

Tradisi ini terbilang mengerikan karena hampir dipastikan akan memakan korban jiwa.

Prosesi Sigajang Laleng Lipa dilakukan dengan dua orang yang saling berseteru ditempatkan dalam satu sarung dengan membawa badik.

Kedua orang tersebut akan saling menyerang dan mengadu kekuatan hingga ada yang kalah atau menyerah, baik karena terluka maupun meninggal dunia.

Tradisi Sigajang Laleng Lipa disebut menggambarkan bagaimana orang Bugis sangat kuat dalam mempertahankan harga dirinya maupun keluarganya.

Sumber:
wajokab.go.id 
sulsel.kemenag.go.id 
makassar.kompas.com 
travel.kompas.com 
makassar.tribunnews.com 
jadesta.kemenparekraf.go.id

https://makassar.kompas.com/read/2022/09/17/181148478/5-tradisi-unik-suku-bugis-dari-mappalette-bola-hingga-sigajang-laleng-lipa

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com