Salin Artikel

Pulau Kalao Toa Ambles akibat Gempa 7,4 M di NTT, Ahli Geologi Unhas Minta Dilakukan Mitigasi

Menurut Adi, amannya dilakukan mitigasi kegempaan di Kabupaten Kepulauan Selayar sejak awal agar bisa dilakukan antisipasi jika terjadi gempa. Sehingga, masyarakat di wilayah tersebut bisa tahu apa yang mesti dilakukan jika adanya peringatan dini.

“Harus dilakukan mitigasi, supaya peringatan dini nya di daerah tersebut juga segera terbangun. Sehingga masyarakat bisa bersiap jika gempa bumi terjadi. Apalagi kalau gempa bumi sudah pernah terjadi, tentu akan terjadi gempa selanjutnya yang enap kapan terjadi lagi,” kata dia.

Adi Maulana menjelaskan, ada mitigasi yang selama ini diberlakukan, yakni mitigasi struktural dan non-struktural. Mitigasi struktural itu seperti aturan-aturan bangunan, misalnya masyarakat tidak berdomisili di dekat pantai atau ada zonasi aman.

Termasuk juga warning sistem atau peringatan dini, jika terjadi gempa bumi apa masyarakat yang harus lakukan.

“Masyarakat di Selayar itu, informasinya atau aksesnya masih terbatas dan tidak ada informasi dari BMKG yang memang berwenang soal titik gempa bumi. Mereka ini memang di tengah laut, ditakutkan kalau ditengah laut dan gempanya terjadi secara vertikal, tentunya akan memicu terjadinya tsunami,” ujarnya.

Adi Maulana menilai, sebenarnya Selayar dan di sekitarnya itu memang masih daerah bagian dari patahan-patahan yang ada di Pulau Sulawesi maupun di Laut Flores bagian selatan. Jadi memang di Selayar ada patahan-patahan aktif belum banyak dilakukan mitigasi.

“Jadi wajar baru sekarang terdeteksi semacam patahan. Kalau dilihat secara regional bagian-bagian dari Kepulauan Selayar, itu memang ada hubungannya dengan patahan-patahan yang ada di Pulau Sulawesi dan juga di Laut Flores serta Pulau Flores,” jelasnya.

Adi Maulana menerangkan, patahan-patahan itu sebenarnya akan aktif jika ada pergerakan-pergerakan lempeng bumi. Kalau semacam dia lebih dekat dengan titik gempa atau titik fokus terjadi, kerusakan yang cukup besar akan ditimbulkan.

“Tergantung nanti dari mana fokus gempanya, apakah titik gempanya jauh atau relatif dekat. Itu nanti dilihat ada jalur gempa yang sebenarnya harus dilakukan mitigasi, pasca gempa sebelumnya terjadi. Karena kita tidak akan pernah tau kapan akan terjadinya gempa,” paparnya.

Adi Maulana menilai wajar sering terjadi gempa-gempa susulan kecil pasca gempa besar terjadi. Karena biasanya kecenderungan menuju kepada keseimbangan, sehingga energi-energi yang belum lepas itu akan dilepaskan secara perlahan hingga kemudian lempeng bumi menjadi stabil.

“Ini memang wajar sudah ada gempa besar apalagi di atas skala 6 richter yang kemudian diikuti gempa-gempa kecil sampai kembali stabil. Ya mungkin sekitar 2 atau 3 bulan biasanya masih sering terasa sampai betul-betul habis yang kemudian akumulasi untuk gempa selanjutnya. Nanti kemudian sejalan dengan waktu, jika ada pergerakan lempeng bumi lagi di sekitarnya akan terakumulasi lagi. Kalau misalnya daerah tersebut atau bebatuan disitu tidak mampu lagi untuk mengakomodasi tenaga yang terkumpul dan dilepaskan itu akan menjadi gempa bumi besar lagi,” bebernya.

Saat ditanya soal amlasnya Pulau Kalao Toa di Selayar hingga 1,5 meter, Adi Maulana mengaku penurunan tanah itu hal wajar imbas dari pergerakan atau bagian-bagian tertentu. Hal itu tergantung dari besaran magnitudo yang masa akan datang.

“Jadi kalau ada gempa besar lagi, maka akan ambles lagi. Ya memang harus dilakukan mitigasi sejak awal agar daerah-daerah mana saja jika terjadi gempa bumi dan ambles tanahnya,” tandasnya.

https://makassar.kompas.com/read/2022/02/16/125545378/pulau-kalao-toa-ambles-akibat-gempa-74-m-di-ntt-ahli-geologi-unhas-minta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke