Salin Artikel

Coto Makassar: Sejarah, Keunikan, Rasa, dan Perbandingan dengan Pallubasa

KOMPAS.com - Coto Makassar adalah makanan tradisional dari Sulawesi Selatan.

Coto Makassar sekilas seperti sup daging. Makanan ini berupa rebusan jeroan bercampur daging sapi yang diiris-iris lalu dibumbui dengan racikan bumbu khusus.

Coto Makassar memiliki cita rasa gurih yang berasal dari rebusan daging, jeroan, dan rempah-rempah.

Coto Makassar biasa dinikmati dengan ketupat yang dibungkus dengan daun kelapa dan buras atau burasa, yaitu sejenis ketupat yang dibungkus daun pisang.

Burasa terbuat dari beras yang dicampur santan dan diberi sedikit garam, lalu dibungkus dengan daun pisang dan diikat secara khusus kemudian dikukus.

Makanan yang terdapat di sejumlah jalan protokol maupun pusat perbelanjaan di Sulawesi Selatan ini telah dikenal sejak dulu kala.

Sejarah Coto Makassar

Makanan tradisional khas Makassar telah ada sejak kerajaan Gowa. Saat itu, kerajaan Gowa berpusat di Sombaopu sekitar 1538 Masehi, wilayah selatan kota Makassar.

Dulunya, coto Makassar merupakan hidangan khusus bagi kalangan istana kerajaan Gowa. Saat, ada tamu istimewa atau ritual adat, coto Makassar akan menjadi hidangannya.

Adapula cerita yang mengatakan bahwa coto Makassar diciptakan oleh rakyat jelata dan disajikan kepada para pengawal kerajaan sebelum bertugas untuk menjaga kerajaan di pagi hari.

Dalam catatan sejarah yang dikutip dalam arsip pemerintah di Makassar, pada abad 16, hidangan coto Makassar sebagai kuliner khas juga mendapat pengaruh dari kuliner Cina yang telah ada saat itu.

Hal ini dapat dilihat dari jenis sambal yang digunakan, yakni sambal tauco sebagai salah satu identitasnya.

Kelezatan yang memanjakan lidah ketika menikmati hidangan Coto Makassar ini tidak terlepas dari pengolaaan berbagai jenis bumbu yang digunakan.

Coto Makassar memiliki cita rasa tinggi karena coto memiliki bumbu segudang rempah.

Dalam meramu jenis bumbu yang digunakan pada Coto Makassar ini dilakukan pencampuran 40 jenis bumbu lokal (rampa patang pulo) yang terdiri dari kacang, kemiri, cengkeh, pala, foeli, sereh yang ditumbuk halus, lengkuas, merica, bawang merah, bawang putih, jintan, ketumbar merah, ketumbar putih, jahe, laos, daun jeruk purut, daun salam, daun kunyit, daun bawang, daun seledri, daun perei, lombak merah, lombok hijau, gula tala, asam, kayu manis, garam, pepaya muda untuk melembutkan daging, dan kapur untuk membersihkan jeroan.

Keunikannya bumbu tersebut tidak hanya menciptakan cita rasa yang gurih. Bumbu-bumbu yang digunakan sekaligus berfungsi sebagai penawar zat yang terdapat dalam hati, babat, jantung, dan limpah yanng banyak mengandung kolesterol.

Keunikan lainnya, jika di rumah makan, pengunjung akan diberikan campuran daun bawang dan bawang goreng dalam wadah terpisah. Pelengkap sengaja disediakan penjual.

Selain menambah cita rasa, bawang-bawangan ini untuk menurunkan darah tinggi setelah makan daging.

Perbandingan Coto Makassar dengan Pallubasa

Pallubasa merupakan salah satu makanan tradisional Suku Makassar, Sulawesi Selatan.

Sejak dahulu kala, Pallubasa adalah tandingan coto Makassar.

Awalnya, makanan berkuah yang dicampur kelapa parut goreng ini hanya diperuntukkan untuk kelas pekerja seperti kuli bangunan, tukang becak, dan kelas pekerja lainnya.

Karena pada masa itu, Pallubasa merupakan makanan termurah yang dapat dijangkau oleh kelas pekerja tersebut.

Dikatakan sebagai makanan termurah karena campuran isi atau daging Pallubasa yang terdapat di dalam setiap mangkuknya merupakan bagian yang tidak dibutuhkan oleh pemilik sapi, tetapi diberikan kepada si pemotong sapi sebagai jatah atau upah (tawana papolonga).

Bagian-bagian sapi yang tidak dibutuhkan antara lain bakal susu (kandala 'po', bentuk bakal susu yang ketika diangkat dari dandang bentuknya seperti asap knalpot), baluta (darah segar sapi saat disembelih yang ditadah menggunakan batang bambu yang kemudian dibekukan), susu sapi (payudara sapi), biji pelir sapi, usus lurus (parru' lambusu'), Latto-latto (bagian daging yang bercampur dengan tulang rawan) dan gantungan jatung.

Papolong inilah yang kemudian mengolah sisa-sisa tersebut menjadi makanan yang disebut Pallubasa.

Perbedaan Pallubasa dan Coto Makassar

Pallubasa merupakan makanan berkuah lainnya yang sepintas terlihat sama dengan coto Makassar, namun keduanya sangat berbeda.

Letak perbedaan terdapat pada proses memasaknya. Jeroan untuk Pallubassa direbus dalam waktu yang lama.

Setelah matang, jeroan dan daging diiris dan dihidangkan dalam mangkuk.

Selain itu, pada kuah Pallubasa ditambahkan kelapa parut yang telah disangrai sehingga kuahnya menjadi kental dan gurih.

Aroma, santan dan serbuk kelapa menyatu dalam kuah.

Tambahan lain yang membuat Pallubasa lebih spesial adalah dengan ditambahkan-nya telur ayam yang dimasak setengah matang.

Awalnya Pallubasa disantap berpasangan dengan burasa yang berukuran cukup besar, kira-kira berukuran 3-4 kali lipat dengan ukuran burasa sekarang.

Namun saat ini, Pallubasa akan terasa pas jika disajikan dengan nasi putih yang masih panas. (Editor: Yuharrani Aisyah)

Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id, sulselprov.go.id, kompas.com, dan makassar.tribunnews.com

https://makassar.kompas.com/read/2022/01/31/133344378/coto-makassar-sejarah-keunikan-rasa-dan-perbandingan-dengan-pallubasa

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com