Salin Artikel

Hari Perempuan Internasional, Sosok Maria Walanda Maramis, Perjuangkan Hak Pilih Wanita di Minahasa

Sayangnya tak banyak yang mengenal sosok Maria Walanda yang telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1969..

Padahal di kampung halamannya, hari kelahiran Maria Walanda Maramis pada 1 Desember diperingati sebagai Hari Perempuan Minahasa.

Yatim piatu diusia 6 tahun

Maria Walanda Maramis lahir dengan nama Maria Josephine Catherine Maramis di Kema, Sulawesi Utara, 1 Desember 1872.

Maria adalah anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan suami istri Maramis dan Sarah Rotinsulu.

Ia memiliki kakak perempuan bernama Antje dan kakak laki-laki bernama Andries.

Andries adalah ayah dari Alexander Andries Maramis (AA Marawis) yang terlibat dalam pergolakan kemerdekaan Indonesia. Alexander juga juga tercatat sebagai salah satu menteri dan duta besar di awal pemerintahan Indonesia.

Saat Maria berusia 6 tahun, kedua orangtuanya meninggal dunia karena sakit. Ia dan dua saudaranya pun diasuh oleh sang paman, Rotinsulu yang saat itu bekerja sebagai Hukum Besar di Maumbi.

Maria Walanda Maramis beserta kakak perempuannya dimasukkan ke Sekolah Melayu di Maumbi.

Sekolah itu mengajar ilmu dasar seperti membaca dan menulis serta sedikit ilmu pengetahuan dan sejarah.

Sekolah Melayu adalah satu-satunya pendidikan resmi yang diterima oleh Maria Walanda Maramis dan kakak perempuannya.

Kala itu perempuan diharapkan segera menikah dan mengasuh keluarga.
'
Tak hanya di sekolah, Maria juga mendapatkan ketrampilan dari pendeta asal Belanda yang tinggal di Maumbi.

Sang pendeta yang bernama Ten Hove menginspirasi Maria untuk memajukan wanita di Minahasa.

Sejak saat itu ia lebih dikenal sebagai Maria Walanda Maramis. Mereka tinggal di di Airmadidi dan Maumbi, Minahasa Utara, 10 kilometer arah timur Manado.

Dari pernikahan tersebut, mereka mempunyai tiga anak perempuan dan dua di antaranya dikirim ke sekolah guru di Betawi (Jakarta).

Maria juga mendapatkan banyak ilmu dari sang suami.

Kala itu, Maria Maria berkeliling dari kolong rumah panggung ke kolong rumah panggung yang lain untuk mendidik para perempuan menyulam, memasak, hingga membuat kue.

Dirikan PIKAT

Setelah pindah ke Manado, Maramis mulai menulis opini di surat kabar setempat yang bernama Tjahaja Siang.

Dalam artikel-artikelnya, ia menunjukkan pentingnya peranan ibu.

Menyadari peranan tersebut, pada 8 Juli 1917, Maria menginisiasi pendirian Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT).

Organisasi tersbeut mendidik kaum wanita yang tamat sekolah dasar terkait hal-hal rumah tangga seperti memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan dan lain sebagainya.

PIKAT pun tumbuh dan muncul cabag-cabang di Maumbi, Tondano, dan Motoling.

Tak hanya di Minahasa. Di Jawa PIKAT juga berkembang di Pulau Jawa seperti di Batavia, Bogor, Bandung, Cimahi, Magelang, dan Surabaya.

Salah satu anak Maria, Anna Matuli Walanda berrgabung menjadi guru dan ikut aktif dalam PIKAT bersama ibunya.

Awalnya anggota-anggotanya ditentukan, tetapi pemilihan oleh rakyat direncanakan untuk memilih wakil-wakil rakyat selanjutnya.

Kala itu hanya laki-laki yang bisa menjadi anggota. Namuan Maria berusaha agar wanita juga memilih wakil-wakil yang akan duduk di dalam badan perwakilan tersebut.

Usahanya berhasil. Pada tahun 1921, keputusan datang dari Batavia yang memperbolehkan wanita untuk memberi suara dalam pemilihan anggota-anggota Minahasa Raad.

Menurut Nicholas Graafland, dalam sebuah penerbitan "Nederlandsche Zendeling Genootschap" tahun 1981, Maria Walanda Maramis ditahbiskan sebagai salah satu perempuan teladan Minahasa yang memiliki "bakat istimewa untuk menangkap mengenai apapua,

Ia juga mengembanhkan daya pikirnya dan bersifat mudah menampung pengetahuan sehingga lebih sering maju daripada kaum lelaki

Maria diizinkan untuk menyekolahkan dua putrinya, Wilhelmina Frederika dan Anna Pawlona, ke sekolah pendidikan guru di Batavia.

Setamat di sekolah itu, Wilhelmina dan Anna kembali ke Manado mengajar di Hollandsch-Chinescheschool, sekolah yang didirikan Belanda untuk anak-anak keturunan China.

Sayangnya, pada 22 April 1924, Maria tutup usia di Maumbi, Sulawesi Utara pada 22 April 1924 diusia 51 tahun.

"Jadi makam ini bertempat di Maumbi, karena suaminya orang Maumbi. Ibu Maria Walanda Maramis ini orang asli Kema," kata turunan Maria Walanda Maramis, Dra Anatje Maramis, mantan Hukum Tua Desa Maumbi beberapa tahun silam dikutip dari TribunManado.co.id.

"Ketika lahir sekitar 6 tahun ayah dan ibunya meninggal kemudian diasuh oleh kakak dari ibundanya. Walanda itu marga suaminya," tambahnya.

Maria dianugerahi gelar Pahlawan Indonesia pada 20 Mei 1969 berdasarkan SK Presiden No 012/TK/1969.

Untuk mengenang jasanya, Pemda Minahasa membangun Monumen Maria Walanda Maramis di Desa Maumbi.

Selain itu, setiap tanggal 1 Desember, rakyat Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Aswin Rizal Harahap, Aris Prasetyo, Jean Rizal Layuck | Editor: Eko Hendrawan Sofyan, Nibras Nada Nailufar), tribunmanado.co.id

https://makassar.kompas.com/read/2021/03/08/070700678/hari-perempuan-internasional-sosok-maria-walanda-maramis-perjuangkan-hak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke