KOMPAS.com - Sesar Palu Koro pernah memicu gempa bumi di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018.
Gempa dengan magnitudo 7,4 tersebut juga memicu terjadinya tsunami dan likuifaksi.
Baca juga: Sesar Naik Flores, Sesar Aktif yang Lebih Galak dari Zona Subduksi Lempeng Indo-Australia
Daerah terdampak likuifaksi paling parah berada di Kelurahan Balaroa dan Petobo di Kota Palu, serta Desa Sibalaya dan Jono Oge di Kabupaten Sigi.
Baca juga: Sesar Opak, Sesar Aktif yang Menghantui Wilayah Yogyakarta
Sesar Palu Koro adalah patahan mendatar mengiri (sinistral strike slip fault) yang membelah Pulau Sulawesi menjadi dua, mulai dari batas perairan Laut Sulawesi dengan Selat Makassar hingga Teluk Bone.
Baca juga: Sesar Kendeng, Sesar Aktif yang Melintang dari Jateng hingga Jatim Sepanjang 300 Kilometer
Di Kota Palu, sesar ini melintasi Teluk Palu ke arah wilayah daratan, dan memotong jantung kota sampai ke Sungai Lariang di Lembah Pipikoro. Sesar ini merupakan struktur geologi utama di Provinsi Sulawesi Tengah.
Dilansir dari Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017, Sesar Palu Koro terdiri dari beberapa segmen.
Diantaranya segmen Selat Makassar sepanjang 130 km yang terletak di laut, dan segmen Palu sepanjang 31 km, segmen Saluki sepanjang 44 km, serta segmen Moa sepanjang 66 km yang terletak di darat.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dalam konferensi pers BNPB yang dikutip dari Kompas.com, Sabtu (29/9/2018), mengungkap bahwa Sesar Palu Koro merupakan patahan dengan pergerakan terbesar kedua di indonesia, setelah patahan Yapen, Kepulauan Yapen, Papua Barat.
Sementara dilansir dari laman lipi.go.id, Sesar Palu Koro adalah sesar darat terpanjang kedua di Indonesia setelah sesar besar Sumatera.
Sesar Palu Koro sangat aktif bergerak dengan besar pergeseran 41-45 milimeter per tahun (Socquet dkk, 2006).
Adapun sejumlah peneliti, salah satunya Bellier dkk (2001) mengelompokkan Sesar Palu Koro sebagai sesar dengan besar pergeseran tinggi dan kegempaan rendah.
Dilansir dari laman esdm.go.id, gempa bumi merusak kerap terjadi di sepanjang jalur patahan ini.
Tercatat gempa pernah terjadi pada tahun 1927, 1938, 1985, 1998, 2007, 2012 dan yang terkuat di tahun 2018.
Gempa bumi ini mencapai intensitas maksimum VII - VIII pada skala MMI. Adapun nilai intensitas tersebut diperkirakan setara dengan nilai percepatan gempa bumi 0,5 - 0,6 g.
Sementara dilansir dari laman ugm.ac.id, Kepala Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM, Dr. Djati Mardiatno, menyampaikan bahwa wilayah Palu dan Donggala telah diidentifikasi sebagai daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami. Wilayah tersebut bahkan telah dimasukkan dalam zona merah rawan gempa.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.