KOMPAS.com - Dalam tradisi pernikahan suku Bugis, Makassar, ada satu hal yang khas dari suku ini, yaitu uang panai (uang naik) atau oleh masyarakat setempat disebut dui' menre'.
Uang Panai dianggap sebagai bagian yang menentukan kelancaran pernikahan. Uang panai merupakan kewajiban dalam pernikahan adat Bugis. Uang ini diberikan pihak mempelai laki-laki kepada pihak memelai perempuan sesuai kesepakatan.
Jumlah uang panai bisa lebih tinggi dibandingkan mahar. Uang panai selalu diperbincangkan dalam pernikahan suku Bugis.
Uang Panai merupakan uang belanja yang akan digunakan oleh mempelai wanita untuk keperluan acara pernikahan. Jadi, semua keperluan untuk acara pernikahan sudah dihitung dan diakumulasikan dalam uang panai tersebut.
Baca juga: Film Uang Panai Masuk Daftar Referensi Bayu Skak
Berikut fakta menarik uang panai dalam adat pernikahan suku Bugis:
1. Besarnya uang panai ditentukan tingkat pendidikan dan status sang gadis
Besarnya uang panai ditentukan oleh status sosial calon pengantin wanita. Tingkat pendidikan, strata sosial, faktor kekayaan, gelar kebangsawanan (punya gelar, seperti karaeng, andi, opu, puang, dan petta), dan faktor ketokohan menjadi dasar utama penentuan uang panai.
Jumlah uang panai bisa puluhan hingga ratusan juta rupiah.
2. Pengambilan keputusan uang panai berdasarkan keputusan keluarga perempuan
Pengambilan keputusan nominal uang panai ditentukan berdasarkan keputusan keluarga pihak perempuan (saudara ayah atau saudara ibu).
3. Uang panai untuk memberikan kehormatan keluarga perempuan
Uang panai kerap dipandang sebagai menjual gadis. Padahal, uang panai bertujuan untuk memberikan prestise (kehormatan) bagi pihak keluarga calon pengantin perempuan, jika jumlah uang yang ditentukan bisa dipenuhi pihak laki-laki.
Baca juga: Uang Panai, Tanda Penghargaan untuk Meminang Gadis Bugis-Makassar
Kehormatan yang dimaksud adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh calon mempelai pria kepada mempelai wanita.
Dengan uang panai yang besar, pesta pernikahan dapat diselenggrakan dengan megah. Keadaan ini menjadi gengsi sosial tersendiri bagi pihak perempuan yang berhasil mematok uang panai tinggi.
4. Untuk memenuhi uang panai, mempelai laki-laki rela berutang