Suku Bugis memiliki asas moralitas yang dijadikan pedoman dalam beraktivitas. Asas moralitas itu disebut ade (adat).
Yang disebut ade adalah bicara jujur, prilaku yang benar, tindakan yang sah, perbuatan yang patut, pabbatang yang tangguh, serta kebajikan yang meluas.
Dengan kata lain, adat mengandung dan mengajarkan nilai-nilai kejujuran, kecendekiaan, keteguhan, dan usaha serta siri'.
Kata kejujuran dalam bahsa Bugis disebut lempu'. Secara harfiah lempu adalah lurus yang merupakan lawan bengkok.
Empat perbuatan jujur, yaitu: memaafkan orang yang berbuat salah kepadanya, dapat dipercaya dan tidak curang, amanah dan bertanggungjawab, tidak menyerakahi yang bukan haknya dan tidak memanadang kebaikan apabila hanya dirinya yang menikmati.
Asas moralitas yang kedua kecendekiaan dalam bahasa Bugis disebut acca atau nawa-nawa. Konsep ini selain mengandung nilai kejujuran juga nilai kebenaran, kepatutan, keikhlasan, dan semangat penyiasatan atau penyelidikan.
Baca juga: Tradisi Unik Suku Bugis Sambut Ramadhan
Moralitas berikutnya adalah kepatutan, Kepatutan dalam bahasa Bugis disebut asitinajang. Dalam bahasa Bugis ada ungkapan tudangi tudangengmu, puonroi onroannmu. Yang artinya, "duduki kedudukanmu, tempati tempatmu".
Makna ungkapan kepatutan tersebut adalah segala sesuatunya mesti ditempatkan pada tempatnya, mengambil sesuatu dari tempatnya dan menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Asas moralitas kelima adalah usaha. Leluhur orang Bugis sangat mencela orang yang senang berpangku tangan, malas-malasan, tidak ada usaha, menghabiskan waktu untuk perbuatan yang sia-sia serta tidak bermanfaat dan percuma.
Asas moralitas utama adalah siri'. Siri' merupakan sifat sosial budaya yang melekat pada bangsa Bugis. Secara sederhana siri' memiliki kandungan arti nilai malu dan harga diri.
Nilai malu yang perspektif budaya dapat berarti upaya pengekangan diri terhadap perbuatan yang dianggap bertentangan dengan wujud totalitas nilai budaya.
Sedangkan harga diri merupakan pertahanan psikis terhadap perbuatan tercela serta dilarang oleh kaidah adat.
Dalam kehidupan masyarakat Bugis, tercermin saat seseorang melakukan perbuatan tercela serta dilarang kaidah adat maka orang tersebut dipandang tidak memiliki harga diri. Orang yang tidak memiliki harga diri dipandang pula sebagai orang yang tidak punya malu.
Sumber: http://etd.repository.ugm.ac.id/, https://wajokab.go.id, journal.unhas.ac.id, dan
news,unair.ac.id