Hal tersebut selaras dengan sifat-sifat orang Makassar yang tersirat dalam ungkapan Akkana Mangkasarak yang artinya berkata terus terang meskipun pahit dengan penuh keberanian dan rasa tanggung jawab.
Di Kota Makassar, suku yang signifikan jumlahnya adalah suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa, dan Tionghoa.
Pada abad ke-16, Makassar menjadi pusat perdagangan di Indonesia Timur sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara.
Raja-raja di Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat. Seluruh pengunjung di Makassar berhak melakukan peniagaan dan menolak upaya VOC untuk memperoleh menopoli di kota tersebut.
Baca juga: Pantai Losari dan Pesisir Pantai di Makassar Ditutup 24 Desember-3 Januari
Makssar juga markas penting bagi pedagang dari Eropa dan Arab. Termasuk menjadi pusat orang Melayu yang melakukan perdagangan di Kepulauan Maluku.
Kontrol penguasa Makassar semakin menurun saat menguatnya monopoli perdagangan rempah-rempah yang diterapkan Belanda melalu VOC.
Pada tahun 1669, Belanda bersama dengan Le Tenri Tatta Arung Palakka dan beberapa kerajaan sekutu Belanda melakukan penyerangan terhadap kerajaan Islam Gowa-Tallo yang mereka anggap menghalangi mereka menguasai rempah-rempah di Indonesia timur.
Saat itu, Gowa-Tallo (Makassar) terdesak dan terpaksa menandatangani perjanjian Bongaya.
Baca juga: Ngabuburit di Pantai Losari, Senja di Balik Masjid Terapung dan Pesta Kuliner
Pantai Losari menjadi salah satu ikon Kota Makassar yang terletak di jantung Kota Makassar.
Selain Losari ada juga Fort Rotterdam yang dbangun tahun 1545 oleh Raja Gowa X dengan nama Banteng Ujung Pandang.
Di dalamnya ada rumah panggung khas Gowo tenpat raja dan keluarganya tinggal.
Saat menguasai Banda dan Maluku, Belanda menyewa pasukan Maluku untuk menaklukkan Gowa.
Hal tersebut dilakukan agar mereka mudah merapat ke Sulawesi.
Selama setahun, benteng terus digempur dan Belanda berhasil masuk dan menghancurkan rumah raja serta isi benteng.
Di tahun 1667, pihak Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menandatangani perjanjian Bongaya yang salah satunya berisi mewajibkan Kerajaan Gowa menyerahkan benteng kepada Belanda.