MAKASSAR, KOMPAS.com – Tiga mega proyek rancangan Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah dihentikan pembangunannya oleh Pemerintah Kota Makassar, karena dianggap bermasalah.
Tiga mega proyek yang dihentikan pembangunannya yakni, pedestrian di Jalan Metro Tanjung Bunga, gedung kembar (twin tower) di kawasan reklamasi Center Point of Indonesia (CPI), dan rehabilitasi Stadion Mattoanging di Jalan Cendrawasih.
Proyek pedestrian
Proyek pedestrian selebar 50 meter dan panjang 6 kilometer sedianya akan menjadikan ruas jalan ini sebagai salah satu jalan terlebar di Indonesia.
Selain itu, fasilitas umum ini juga didukung oleh hadirnya pedestrian yang ikonik dan jalur sepeda selebar 6,6 meter, jalur hijau 2 meter, jalur lambat 4,8 meter.
Baca juga: Periksa Nurdin Abdullah, KPK Dalami Persetujuan Proyek dan Penerimaan Uang
Selain itu, dilengkapi dengan amfiteater yang akan menjadikan kawasan ini sebagai daya tarik baru di Kota Makassar.
Proyek pedestrian ini dibangun di atas lahan milik Aksa Mahmud (Bosowa Grup), James Riady (GMTD), Mufidah Kalla (istri Jusuf Kalla), dan Chairul Tanjung (Trans Grup).
Proyek pedestrian ini dianggarkan sebesar Rp 210 miliar oleh Nurdin Abdullah dan mantan Penjabat Wali Kota Makassar, Rudy Djamaluddin.
Namun, setelah pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2020, Mohammad Ramdhan Pomanto sebagai Wali Kota Makassar langsung menghentikan pembangunan proyek tersebut dan mengalokasikan anggarannya untuk penanganan Covid-19.
Baca juga: Stadion Mattoanging Picu Selisih Paham Walkot Makassar dengan Plt Gubernur Sulsel
Ramdhan Pomanto atau yang akrab disapa Danny saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu menegaskan bahwa dia tidak akan melanjutkan proyek bermasalah rancangan Nurdin Abdullah.
“Saya tidak lanjutkan itu proyek pedestriaan di Jalan Metro Tanjung Bunga, karena bermasalah. Jadi dananya Rp 210 miliar lebih baik saya alihkan untuk penangan Covid-19,” kata Danny Pomanto, Selasa (2/3/2021).
Danny menjelaskan, proyek tersebut dianggap bermasalah karena menyalahi banyak aturan, seperti melakukan pembangunan di atas tanah bukan milik pemerintah.
Proyek tersebut berpotensi bermasalah secara hukum ke depannya.
“Lahan itu bukan milik pemerintah, tapi milik swasta dan perorangan. Kalau pun dianggap milik pemerintah, harusnya lahan tersebut diserahkan dulu ke pemerintah, lalu dibangun. Ini tidak ada penyerahan, tapi langsung dibangun dengan anggaran yang besar,” kata dia.