Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Makassar Ramai-ramai Tolak Rapid Test, Dinkes Maksimalkan Edukasi

Kompas.com - 09/06/2020, 11:31 WIB
Hendra Cipto,
Khairina

Tim Redaksi

 

MAKASSAR, KOMPAS.com – Warga banyak yang menolak rapid test hingga memasang spanduk di depan lorong masing-masing di berbagai wilayah di Kota Makassar.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar, Naisyah Azikin mengatakan, rapid test Pemerintah Kota Makassar sudah selesai dilakukan dan hanya berlangsung dua hari saja, yakni pada hari Jumat dan Sabtu lalu.

“Kecamatan Bontoala dan Makassar yang melakukan penolakan rapid test itu tidak masuk pada lima kecamatan episentrum yang ditetapkan untuk di-tracing kemudian dilakukan rapid test,” ucap Naisyah, Senin (8/6/2020).

Baca juga: Warga Makassar Kembali Tolak Rapid Test, Blokade Jalan dan Teriaki Petugas Medis

Naisyah menjelaskan, rapid test tahap awal sebelumnya dilakukan pada lima kecamatan dan tahap kedua di enam kecamatan.

Penetapan episentrum ini berdasarkan jumlah kasus positif yang tertinggi terjadi di wilayah itu.

“Tidak semua kelurahan atau RT/RW dilakukan rapid test. Tetapi, hanya pada titik-titik yang ditemukan ada kasus positif hasil konfirmasi laboratorium PCR. Di mana ada kasus positif, berarti di situ ada virus. Kita akan melakukan rapid test, menyisir di sekitarnya. Mulai dari serumahnya, kemudian kontak-kontak yang ditemui sehingga kita bisa melakukan deteksi secara dini,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut Naisyah, pihaknya akan terus memaksimalkan pihak puskesmas setiap wilayah untuk melakukan edukasi kepada masyarakat.

Sebab, edukasi akan hal ini mungkin dianggap masih kurang sehingga masyarakat belum paham kaitan bahaya Covid-19 dan penularannya.

“Saat ini, pemerintah juga secara rutin memberi informasi berupa edukasi ke masyarakat menggunakan ‘mobil halo-halo’ dua kali setiap hari, yakni pukul 09.00 pagi dan pukul 15.00 sore. Puskesmas juga diminta terus berkordinasi ke camat hingga pelibatan RT/RW memberi pemahaman sehingga masyarakat menyadari pentingnya rapid test. Sementara rapid test sendiri tujuannya adalah untuk melindungi masyarakat yang belum terjangkit dari orang-orang yang terkonfirmasi positif,” jelasnya.

Baca juga: Kapolda Sulsel Duga Penolakan Rapid Test dan Ambil Paksa Jenazah di Makassar Dipicu Hoaks

Naisyah membantah adanya isu yang menyatakan rapid test yang dilakukan sebagai lahan bisnis.

Sebab, menurutnya, rapid test yang digunakan dari Pemerintah Provinsi sebanyak 20.000 sumbernya murni dari sumbangan pihak swasta.

“Tidak ada yang dibeli. Di mana bisnisnya? Tenaga kesehatan kita yang turun melakukan rapid test juga tidak ada yang dibayar sama sekali, karena sudah tupoksi mereka sebagai petugas laboratorium yang ada di Puskesmas,” terangnya.

Adapun biaya yang dianggarkan di APBD, tegas Naisya, adalah pembelian murni dan tidak ada biaya pemeriksaan.

“Oleh karena itu, selain edukasi yang dilakukan secara masif juga perlu melibatkan tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, bersinergi memberi pengertian kepada masyarakat agar tidak ada lagi penularan kasus baru,” tambahnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com